Jakarta, Gatra.com - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor buah mengalami lonjakan dari US$ 125,7 juta pada Oktober menjadi US$ 172,4 juta pada November atau meningkat sebesar 37,15%.
Menanggapi hal tersebut, Peneliti Senior Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin mengatakan, buah-buahan Indonesia yang rasanya manis pada umumnya panen di musim kemarau, sehingga sebagian kebutuhan buah diisi buah impor.
"Kalau November masuk akal karena yang melobi buah impor indonesia Cina dan Pakistan loh sebetulnya," ujarnya kepada awak media di ITS Tower, Jakarta, Jumat (20/12).
Faktor harga juga menjadi penyebab buah impor banyak diminati konsumen Indonesia. Bustanul mengungkapkan, biaya logistik berkontribusi lebih dari 30% terhadap harga buah lokal di Indonesia.
"Ongkos kirim Medan ke Jakarta bisa lebih mahaal dibanding Beijing ke jakarta. Daya saing itu tergerus dari ekonomi kita sendiri," katanya.
Bustanul menambahkan Menteri Pertanian dapat mengontrol lonjakan impor buah dengan membatasi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Namun, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang melarang impor buah karena berpotensi digugat negara lain ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Bagaimaan lagi? Kita masuh belum membangun produksi buah dengan skala sangat luas, controlled environment, dan mampu memproduksi high quality," teran
Senada dengan Bustanul, Kepala BPS Suharoyanto berpendapat, kenaikan impor buah-buahan di akhir tahun masih tergolong wajar seiring peningkatan konsumsi menjelang akhir tahun.
"Bulan ini (impor) cenderung naik. Kita ada kenaikan kebutuhan konsumsi bulan deesember karena liburan sekolah serta menjelang natal dan tahun baru (nataru)," jelasnya dalam konferensi pers di kantornya, Senin (16/12)
Suhariyanto menjelaskan, jenih buah yang mengalami peningkatan impor signifikan adalah Apel dan Jeruk Mandarin dari Tiongkok.