Batanghari, Gatra.com - Sekretaris Tim Terpadu (Timdu) Pemerintah Kabupaten Batanghari, Jambi, Farizal mengatakan konflik lahan PT Asiatic Persada dengan masyarakat masih menjadi persoalan berat.
"Persoalan Asiatic masih menjadi persoalan berat Batanghari," ujar Farizal dikonfirmasi Gatra.com, Kamis (19/12).
Timdu selalu dihadapkan dengan kelompok Suku Anak Dalam (SAD) 113 yang sejak awal menolak skema 2.000 hektar dengan SK Bupati Batanghari Nomor 184 Tahun 2014.
"Beberapa kali kita fasilitasi, namun mereka menuntut hasil survei mikro dan menolak perpanjangan HGU PT Asiatic Persada atau PT BSU," katanya.
Penolakan kelompok SAD 113 mendapat respons positif PT Asiatic Persada. Pihak perusahaan kemudian melepas lagi lahan seluas 3.700 hektar dari 20.000 hektar dalam HGU Nomor 1 Tahun 1986.
"Kita bersama Kanwil BPN telah bekerjasama untuk menginventarisasi objek dan subjek di atas lahan yang 3.700 hektar itu. Siapa sebenarnya yang ada di dalam lahan 3.700 hektar itu," ucapnya.
Menurut Farizal, Timdu Pemkab Batanghari dan Kanwil BPN Provinsi Jambi sedang bekerja hingga saat ini. Hasilnya akan dipaparkan pada Januari 2020.
"Dari 3.700 hektar itu nanti bisa diketahui ada masyarakat ini, ada masyarakat itu. Itu intinya untuk permasalahan PT Asiatic Persada," ujarnya.
Farizal berkata konflik kedua adalah Lima Koperasi dengan PPJ (Persatuan Petani Jambi) sebagai pendamping. PPJ dikomandoi Syamsuddin alias Panglima Berabai.
"Lima Koperasi ini sudah mendapat izin IUP HHKTR dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka Timdu merekomendasikan proses penegakan hukum terhadap penyerobotan dan perambahan hutan atas Lima Koperasi tersebut," katanya.
Siapa yang melakukan penyerobotan dan perambahan hutan? Farizal berujar pelakunya terindikasi kelompok masyarakat yang tergabung dalam eks Serikat Mandiri Batangahari (SMB).
Kemudian ada juga konflik lahan PT Tunjuk Langit Sejahtera (TLS). Sebenarnya konflik PT TLS ringan. Timdu hanya menunggu hasil overlay peta HGU 2004 PT TLS dengan tata batas kawasan hutan yang ditetapkan oleh PPKH Pangkal Pinang.
Selanjutnya konflik Kelompok Tani Terusan Bersatu (KTTB) dengan PT Wira Karya Sakti (WKS). Timdu sedang mempersiapkan tim kecil, inisiatif kemitraan antara PT WKS dengan KTTB. Pihak WKS nantinya masuk dalam tim. Ada juga TNI-Polri untuk mencari solusi penyelesaian.
"Jadi itulah bagian-bagian yang menjadi pekerjaan rumah Timdu kedepan untuk menyelesaikan konflik lahan yang berdampak terhadap konflik sosial. Kita selalu menggunakan UU Nomor 7 Tahun 2012 dan PP Nomor 5 Tahun 2015 tentang penanganan konflik sosial," katanya.