Cilacap, Gatra.com – Taufik (35 th), seorang karyawan swasta di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah mengembangkan pertanian sistem hidroponik. Terbukti, pertanian hidroponik lebih ringkas namun produktivitasnya tak kalah dengan pertanian konvensional.
Taufik mengatakan sudah tiga tahun terakhir ini mengembangkan pertanian hidroponik di daerahnya. Dia memanfaatkan pekarangannya yang memiliki luas terbatas.
Ia mengetahui cara bertani hidroponik dari internet. Didorong oleh hobinya bertani, ia lantas menyambangi beberapa praktisi atau kawan yang telah lebih dulu membudidayakan pertanian hidroponik.
“Tadinya karena hobi bertani. Tapi keterbatasan waktu kan harus terbagi karena harus bekerja juga,” katanya.
Taufik mengakui, sebagai anak petani, ia sejak kecil sudah begitu akrab dengan pertanian. Namun, pekerjaan membuatnya tak leluasa ke lahan sawah atau ladang yang berjarak cukup jauh. Karenanya, ia tertarik untuk bertani dengan cara praktis tetapi produktif.
“Ini pertanian model baru yang mengandalkan aliran air, asupan nurisi dan oksigen,” ucapnya.
Dalam pertanian hidroponik ini, Taufik menanam cesin, sawi, kangkung, hingga cabai. Untuk skala komersial hidroponik butuh setidaknya 2.000 lubang.
“Kalau untuk ukuran komersial, setidaknya ada 2.000 lubang. Seminggu bisa panen tiga atau empat kali,” dia menjelaskan.
Awalnya, sayur yang dipanen hanya untuk konsumsi keluarganya. Namun, lama-lama, hasil panennya bertambah banyak dan bisa dijual. Ia mendapat dua keuntungan sekaligus. Pekarangan yang indah serta ada pendapatan alternatif.
“Kangkung, sawi banyak yang pesan. Karena hidroponik itu lebih bersih dan relatif bebas penyakit,” jelasnya.
Selain memperoleh hasil dari menjual sayurnya, ia juga kerap dimintai untuk membangun kebun hidroponik di pekarangan kolega maupun konsumen yang baru dikenalnya dari media sosial.
Selain mendapat hasil dari penjualan hasil panen, Taufik kini juga mendapat penghasilan lainnya, yakni membuka jasa instalasi hidroponik di para penghobi. Ia juga menjual bibit, nutrisi dan media tanam hidroponik.