Yogyakarta, Gatra.com - Ketua Senat Akademik Universitas Gadjah Mada Hardyanto Soebono menyatakan pelaporan dirinya ke Komisi Nasional HAM oleh Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Fathur Rokhman tidak relevan.
Usai diperiksa oleh Senat Akademik UGM terkait dugaan plagiasi akhir November lalu, pada Jumat (13/12) Fathur melaporkan Hardyanto ke Komnas HAM. Pelaporan ini lantaran pemeriksaan dugaaan plagiasi oleh UGM itu dianggap Fathur tidak sesuai prosedur.
Hardyanto pun menampik tuduhan ia melanggar HAM karena memeriksa Fathur. “Saya itu hanya melaksanakan tugas utama sebagai Ketua Senat yang merespons permintaan Rektor untuk memeriksa surat pengaduan mengenai dugaan plagiasi. Di mana saya melanggar HAM-nya?” kata Hardyanto saat ditemui, Rabu (18/12) siang.
Hardyanto mengatakan siap jika Komnas HAM memanggil dirinya dan akan menjelaskan semua prosedur pemeriksaan Fathur. Ia juga mengatakan jika tidak melakukan pemeriksaan sesuai permintaan Rektor UGM, maka dirinya malah melanggar tugas dan dinyatakan maladministrasi.
Menurut dia, jika tak memeriksa Rektor Unnes, dirinya bisa saja diperiksa Ombudsman RI dan dimintai keterangan karena tak mengerjakan permintaan Rektor UGM tersebut.
“Sampai sekarang pemeriksaan (Rektor Unnes) masih berlanjut. Sudah masuk ke pemeriksaan saksi, yaitu mahasiswa yang diduga skripsinya diplagiat. Namun (mahasiswa tersebut) tidak pernah datang. Kami akan memanggil lagi,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pembelajaran, dan Kemahasiswaan UGM Djagal Wiseso Marseno sangat menyayangkan langkah Rektor Unnes melaporkan Ketua Senat Akademik UGM ke Komnas HAM. Menurutnya, kasus ini bisa diselesaikan dengan duduk bersama dan berkomunikasi.
“Kasus ini memang penuh kompleksitas dan berkelindan,” katanya.
Djagal mencerikan bahwa kasus ini bermula dari hasil penelitian Fathur pada sebuah proyek yang dikerjakan bersama mahasiswanya. Mahasiswa ini kemudian mendapat izin mengutip sebuah pernyataan Fathur dalam skripsinya.
Namun, kata Djagal, saat membuat disertasi untuk meraih S-3, Fathur menukil balik tulisan di skripsi mahasiswanya itu. “Nyaris sama, hanya dibedakan pengayaan kata. Ini artinya data bisa saja, namun analisisnya berbeda,” ucapnya.
Pengacara Fathur, Muhtar Hadi Wibowo, belum menjelaskan soal langkah kliennya melaporkan pihak UGM ke Komnas HAM. "Saya cek dulu ya. Akan update info setelah dapat," kata dia saat dihubungi Gatra.com via aplikasi pesan.