Home Gaya Hidup Anton Setiyawan, Dari ‘Sandi Man’ ke Juru Bicara

Anton Setiyawan, Dari ‘Sandi Man’ ke Juru Bicara

Jakarta, Gatra.com - Menjadi juru bicara dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) membawa cerita tersendiri bagi Anton Setiyawan. Ia harus menyesuaikan diri dengan keadaan dan menjadi corong komunikasi dari institusi yang semula bernama Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) tersebut. Canggung dan kaget, kesan itu terbawa pada pria yang hari-hari bekerja sebagai petugas sandi alias “Sandi Man” itu.

“Terus terang saya pribadi agak kaget [ditunjuk jubir] karena tidak punya latar belakang komunikasi publik, enggak ada sama sekali di dalam pelajaran kita, di dalam keseharian kita,” ucapnya ketika ditemui Gatra.com belum lama ini.

Rasa canggung itu semula menjangkitinya karena Lemsaneg sejak awal dibentuk dengan tugas yang rahasia. Nyaris tidak ada ingar bingar pemberitaan atau komunikasi yang terungkap di media. Namun dengan peralihan Lemsaneg menjadi BSSN pada 2017, lembaga tersebut bertransformasi dan bersikap lebih terbuka.

“Memang Lembaga Sandi Negara awalnya bertanggungjawab terhadap kerahasiaan negara dan persandian nasional. Saat itu kita bekerja di belakang layar, moto yang dibawa adalah ‘Berani Tidak Dikenal,” kata Anton yang juga menjabat Direktur Proteksi Ekonomi Digital BSSN itu.

Selama menempuh pendidikan di Akademi Sandi Negara, Anton mengaku lebih banyak didoktrin untuk bersikap tertutup, tidak banyak bicara, dan mengumbar kerahasiaan di muka publik. Namun doktrin itu pelahan ia geser karena di era kekinian BSSN harus mengubah wajah menjadi lembaga terbuka dengan tidak mengabaikan sisi kerahasiaannya.

“Tapi kalau bicara siber ini sudah menyangkut hajat hidup orang banyak. Kita harus [bersikap] terbuka karena apa yang kita lakukan harus diketahui oleh masyarakat,” ujarnya. Dalam posisi sebagai jubir, Anton harus siap berinteraksi dengan publik, yang menurutnya tidak mudah.

Beragam cara dilakukannya untuk menyesuaikan diri dengan posisi baru itu, mulai dari berkoordinasi dengan humas, mendatangkan konsultan komunikasi, hingga belajar lewat buku-buku public speaking secara otodidak.

“Karena enggak ada [latar belakang] kemarin saya kursus mendadak dari teman-teman humas. Sampai sekarang masih belajar bagaimana berkomunikasi,” ucap pria kelahiran Semarang, 9 Desember 1971 itu.

Anton mengaku harus menyiapkan kiat jitu berkomunikasi di hadapan publik terlebih lagi ketika menyampaikan kasus dan insiden siber yang memantik perhatian banyak kalangan. “Karena kita banyak insiden siber, bahkan sekelas perusahaan besar pun masih kurang bagaimana cara mengkomunikasikan terjadinya insiden siber ke masyarakat,” katanya.

Yang tak kalah penting baginya adalah kiat menghadapi wartawan dan media massa. “Saya harus menyiapkan subtansinya karena teman-teman wartawan itu memang dididik untuk menggali informasi dari berbagai macam sudut pandang, jadi saya harus menyiapkan materi,” ujar Anton.

Sekira pertanyaan yang diajukan awak media bersifat in depth maka ia akan meminta sedikit waktu untuk mengkonfirmasi fakta pemberitaan ke unit kerja. “Maka saya sarankan ke teman-teman untuk WA (WhatsApp) dulu, sekaligus saya ada waktu mengkonfirmasi ke deputi terkait,” tandasnya.

1711