Mataram, Gatra.com - Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) NTB mencatat, kurang lebih 40 persen bendungan besar yang ada di NTB mengalami pendangkalan. Hal tersebut adalah akibat kerusakan hutan atau daerah hulu.
‘’Memang salah satu penyebabnya pendangkalan disebabkan oleh hulu yang banyak hutan gundul. Sehingga kalau hujan sekali saja, banyak menghasilkan sedimentasi di bendungan dan daerah irigasi,’’ kata Kepala Dinas PUPR NTBH Azhar, MM di Mataram, Selasa (17/12).
Ada sebanyak 11 bendungan besar yang ada di NTB saat ini. Antara lain, Bendungan Batujai, Pengga, Pandanduri, Mamak, Tiu Kulit, Tanju, Mila, Batu Bulan, Pelaperado, dan lainnya. Untuk menyelamatkan bendungan-bendungan besar yang ada agar tetap berfungsi, menurut Azhar, perlu upaya penanganan yang komprehensif.
Dia menyatakan, bukan saja masalah bendungannya saja yang harus dibenahi. Tetapi hutan harus tetap dijaga dan dilestarikan. Pasalnya, kerusakan di daerah hulu menjadi ancaman infrastruktur bendungan dan daerah irigasi yang sudah terbangun.
Bendungan-bendungan yang berada di sekitar kawasan hutan pasti akan mengalami pendangkalan akibat kerusakan hutan. Malahan, Bendungan Batujai, Lombok Tengah yang jauh dari kawasan hutan juga mengalami pendangkalan akibat banyaknya sampah yang masuk.
‘’Dari 11 bendungan besar, paling 40 persen yang mengalami pendangkalan. Terutama daerah-daerah yang hutannya sudah rusak. Memasuki musim hujan seperti ini, dikhawatirkan pendangkalan bendungan akan semakin meningkat. Karena hujan yang menyebabkan banjir membawa semua material dari sungai. Dari sungai kemudian masuk ke bendungan,” ujarnya.
Azhar juga menyoroti tidak saja saja infrastruktur sumber daya air yang terancam. Jalan dan jembatan juga banyak yang rusak akibat banjir bandang karena kerusakan hutan. Seperti di Pulau Sumbawa, banyak jembatan dan jalan yang rusak sejak satu sampai dua tahun lalu.
‘’Ke depan bagaimana kita membenahi kehutanan. Walaupun sekarang menjadi kewenangan provinsi, tetapi kabupaten/kota harus ikut juga. Karena yang lebih dekat daerah itu kabupaten/kota, membangun hutan supaya hijau bersama provinsi,’’ ungkapnya.
Azhar mengaku, kondisi hutan di NTB sangat memprihatinkan. Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, luas lahan kritis mencapai 680.620 hektare. Di mana, 230 ribu hektare lahan kritis tersebut berada di dalam kawasan hutan.
“Dari jumlah tersebut, seluas 96.238 hektare kawasan hutan yang benar-benar gundul seperti lapangan bola. Puluhan hektare kawasan hutan yang menjadi lahan terbuka itu akibat alih fungsi lahan atau perambahan yang dilakukan masyarakat untuk tanaman semusim, seperti jagung, padi, pisang, dan lainnya,” tutupnya.