Jakarta, Gatra.com - Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan mengatakan, sosialisasi terkait pentingnya industri kelapa sawit atau CPO bagi perekonomian nasional perlu digalakan secara massif oleh para stakeholder, termasuk media.
Apalagi, pada tahun 2025, ketika penduduk dunia mencapai 8 milyar orang, diprediksi akan ada peningkatan kebutuhan Bahan Bakar Minyak Nabati (BBN).
"Sosialisasi bagi masyarakat dalam negeri maupun global sangat penting, karena ke depan energi fosil kebutuhannya akan terbatas," kata Daniel saat menjadi pembicara pada diskusi Memperjuangkan Kepentingan Sawit di Pasar Global, di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, Selasa (17/12).
Apalagi, lanjut Daniel, seluruh stakeholder terkait diharapkan mampu mensosialisasikan dan menjawab isu-isu lingkungan maupun kesehatan yang dilancarkan oleh negara-negara Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat perihal dampak penggunaan CPO.
Faktanya, kata Daniel, dibanding tanaman soya bean ataupun sunflowers, CPO lebih dapat mengemat lahan, sehingga isu yang mengaitkan antara CPO dengan isu lingkungan tidak relevan lagi.
"Luas lahan minyak nabati seluruhnya 200,5 juta ha. CPO hanya 20,5 persen atau 10 persennya saja. Sawit bisa menghasilkan 4 ton per hektare, kedelai hanya 0,5 ton per hektare dan sunflowers hanya 0,7 ton per hektare-nya," ungkapnya.
Politisi PKB ini mengingatkan UE agar tidak lagi berlindung di balik isu lingkungan untuk menyerang perdagangan CPO Indonesia.
"Kalau ingin menyelamatkan lingkungan, bantu saja sawit Indonesia. Terutama sawit rakyat, yang produktivitasnya rendah masih 1,6 juta per ha. Jadi, tidak perlu menambah lahan, sekaligus mengurangi kemiskinan," katanya.
Daniel menduga, kondisi saat ini, perang dagang UE terhadap Indonesia. Apalagi, produksi CPO mencapai 41 juta ton atau menguasai 60 persen pangsa pasar dan ekspornya mencapai 32 juta ton.
Ia menyayangkan, meski Indonesia menguasai 60 persen market share CPO dunia, tetapi tidak mampu mengontrol harga sawit dunia. Ia pun mempertanyakan, peranan stakeholder seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang belum optimal.
“Menurut saya ini tidak masuk di akal. Ke depan harus dibenahi. BPDPKS harus berbenah, jangan hanya memungut dana saja, tapi harus gencar juga sosialisasi. Perkuat hilir juga, jangan hanya CPO," ujarnya.