Jakarta, Gatra.com - Menurut Ketua FIAN Indonesia, Laksmi A. Savitri, hak atas pangan dan nutrisi adalah sebuah gagasan universal bagian dari hak atas ekonomi, sosial, dan budaya yang merupakan Hak Asasi Manusia. Dalam hak atas pangan dan nutrisi, ini adalah muatan-muatan normatif yang wajib dipenuhi oleh negara.
"Muatan pertama adalah kecukupan, dalam arti kecukupan pangan dan nutrisi dari segi kuantitas dan kualitas. Jika banyak makan tapi menjadi obesitas atau sedikit makan menjadi kekurangan nutrisi, itu belum memenuhi nilai kecukupan pangan dan nutrisi," ujarnya dalam Konferensi Nasional Menegakkan Hak Atas Pangan dan Nutrisi di Indonesia, Jakarta, Senin (16/12).
Laksmi melanjutkan, muatan kedua adalah negara wajib memperhatikan ketersediaan pangan. Selanjutnya, negara juga harus memperhatikan keterjangkauan baik secara ekonomi dalam arti semua masyarakat bisa membeli atau menanam bahan pangan, maupun keterjangkauan fisik dalam arti bahan pangan bisa didistribusikan secara merata ke seluruh masyarakat Indonesia, sehingga tidak ada lagi kasus kelaparan. Muatan terakhir adalah keberlanjutan pangan yang layak, tersedia, dan terjangkau untuk seluruh generasi.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2019, anak-anak penderita stunting sebesar 27,67%. Sedangkan anak penderita malnutrisi menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) sekitar 35,6%. WHO juga mencatat ada sekitar 3,1 juta anak di seluruh dunia yang meninggal akibat kekurangan gizi setiap hari.
"Dibutuhkan makanan yang sehat dan bernutrisi untuk mencegah terjadinya stunting, wasting, dan obesitas. Di sini saya tegaskan bahwa pangan sehat tidaklah mahal, jika ada pasar yang mengonstruksi bahwa pangan sehat itu mahal, itu tidak benar. Dan untuk mencegah adanya konstruksi yang menginformasikan pangan sehat mahal, sebuah gerakan harus digagas di mana gerakan tersebut mengampanyekan masyarakat tidak hanya menjadi konsumen namun juga harus menjadi produsen," ucapnya.
Menurut pengamat tanaman liar, Hayu Dyah Patria, perlu dilakukan edukasi terhadap generasi muda di desa-desa untuk menggali informasi mengenai tanaman lokal yang ada di hutan-hutan dekat desa mereka. Informasi dapat digali melalui orang tua maupun kakek dan nenek atau sesepuh dari desa tersebut.
Dengan menggali informasi tanaman liar yang ada dihutan, bisa menjadi terobosan untuk melestarikan pangan lokal dan memberdayakan masyarakat sekitar agar mampu memanfaatkan kekayaan alam.
"Penggalian informasi ini juga bentuk dari pendidikan hak atas pangan dan nutrisi, sehingga kebutuhan mereka dapat terpenuhi melalui pangan lokal yang ada dihutan-hutan dekat desa," ujar Hayu.
Reporter: JJH