Jakarta, Gatra.com - United Nations Development Programme (UNDP) mencatat, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia naik dari 0,525 pada tahun 1990 menjadi 0,707 pada tahun 2018 atau meningkat sebesar 34,5%. Hal ini menunjukkan Indonesia sudah masuk ke dalam kategori negara dengan IPM tinggi (0,700 -0,799) sejak 2016, yaitu 0,700.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, hasil laporan UNDP membuktikan adanya kemajuan bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
"Itu menunjukkan ada progres. Kalau lihat IPM indonesia, itu kan juga dihitung berdasarkan metodologi UNDP. Ada dimensi pendidikan, kesehatan, dan pengeluaran per kapita," kata pria yang akrab disapa Kecuk tersebut di kantornya, Jakarta, Senin (16/12).
Kecuk menambahkan, terdapat perbedaan metode perhitungan pengeluaran per kapita antara UNDP dan BPS. UNDP menggunakan Pendapatan Nasional Bruto (GNI), sedangkan BPS menggunakan pengeluaran per kapita yang dihitung mulai di tingkat kabupaten.
"Maknanya apa? itu menunjukkan bahwa kita ada progres kualitas pembangunan manusia yang diukur dari sisi pendidikan, kesehatan, dan daya beli," tuturnya.
Selanjutnya, kesenjangan antardaerah masih menjadi masalah di Indonesia. Berdasarkan data IPM yang dikeluarkan BPS tahun 2018, Provinsi Papua memiliki nilai IPM terendah yaitu sebesar 60,06, sedangkan DKI Jakarta memiliki nilai IPM tertinggi yakni sebesar 80,47. Secara nasional, IPM Indonesia sebesar 71,39.
"Saya tunjukkan bahwa papua masuknya sedang tetapi jarak antara Papua dan DKI tinggi sekali. Kalau masuk ke kabupaten antara Nduga (Papua) dan DIY (kabupaten-kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta) jauh sekali," tuturnya.
Menurutnya, pemerintah perlu berupaya mengurangi ketimpangan. Kecuk menjelaskan, dari sisi kesehatan pemerintah semestinya mendorong tingkat kematian bayi menjadi rendah dan angka harapan hidup menjadi tinggi.
"Jadi apa yang digariskan oleh pak presiden untuk meningkatkan kualitas SDM mulai dari kandungan. Itu harus dilakukan," ucapnya.
Sedangkan dari sisi pendidikan, rata-rata tamat sekolah dan harapan lama sekolah menjadi indikator yang berpengaruh terhadap nilai IPM.
"Harapan lama sekolah kelihatan progresnya bagus. Kalau kita memberikan sponsor, beasiswa, atau wajib belajar yang dampaknya harapan tamat sekolahnya akan tinggi," katanya.
Namun, Kecuk mengingatkan pembangunan dimensai pendidikan dan kesehatan membutuhkan waktu yang panjang dan hasilnya tidak dapat terwujud secara cepat.
"Jadi kalau mau agak cepat kita harus meningkatkan pendapatan per kapita, itu pentingnya di sana," tuturnya.
Kecuk mengatakan upaya pemerintah melakukan hilirisasi sumber daya alam akan menciptakan lebih banyak nilai tambah produk yang akan semakin meningkatkan pendapatan per kapita. Ini agar pertumbuhannya dapat terjaga. Selain itu, inflasi juga harus dipertahankan stabilitasnya.
Kemudian, Ia mengapresiasi langkah pemerintah dalam mengeluarkan kartu prakerja yang memungkinkan pemegangnya mendapatkan pelatihan kerja.
"Ini sangat bagus karena kurikulum dengan dunia nyata tidak match, jadi training seusia yang dinginkan pasar," tutupnya.