Jakarta, Gatra.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia ke Cina dan Jepang mengalami penurunan. Padahal dua negara tersebut merupakan mitra dagang terbesar Indonesia secara volume yakni masing-masing sebesar US$ 72,26 miliar dan US$ 37,46 miliar pada tahun 2018.
Hal ini nampaknya berpengaruh terhadap penurunan nilai ekspor Indonesia dari US$ 14,93 miliar pada Oktober 2019 menjadi US$ 14,01 miliar pada November 2019 atau turun sebesar 6,17%.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan menurunnya permintaan barang non-migas pada kedua negara menyebabkan menurunnya kinerja ekspor Indonesia.
"Ke Tiongkok (Cina), ekspor kita pada november ini mengalami penurunan US$ 348 juta dan yang mengalami penurunan paling besar adalah bijih, terak dan logam" ujar pria yang akrab disapa Kecuk tersebut.
Pada November, nilai ekspor ke Cina mencapai US$ 2,41 miliar turun 12,68% dari bulan sebelumnya yaitu US$ 2,76 miliar.
Kemudian, nilai ekspor Jepang turun sebesar 10,48% dari US$ 1,24 miliar di bulan Oktober menjadi US$ 1,11 miliar di bulan November.
"Ekspor kita ke Jepang juga mengalami penurunan US$ 129,6 juta, demikian juga ke Taiwan, Malaysia, dan Singapura" ujarnya.
Nilai ekspor Taiwan, Malaysia, dan Singapura masing-masing turun sebesar US$ 103 juta, US$ 82,3 juta, dan US$ 76,6 juta. Negara tujuan lainnya yang juga mengalami penuruan ekspor adalah Thailand (US$ 76,2 juta), Amerika Serikat (US$ 56,8 juta), Australia (US$ 49,7 juta), Italia (US$ 37,9 juta), dan Jerman (US$ 30,2 juta).
"Kita perlu ekstra hati-hati karena ekonomi melambat dan perdagangan internasional melambat," tuturnya.
Hal ini menyebabkan anjloknya ekspor beberapa golongan barang seperti bijih, terak, dan abu logam yang turun sebesar US$ 239,6 juta; besi dan baja turun US$ 169 juta; bahan bakar mineral turun US$ 138,5 juta; kendaraan dan bagiannya sebesar US$ 122,4 juta; serta logam mulia dan perhiasan yang turun US$105,2 juta.