Jakarta, Gatra.com - Menanggapi rencana penghapusan Ujian Nasional (UN), Didi Suprijadi selaku Ketua PB PGRI Masa Bakti XXI, mengatakan penggantian sistem kurikulum sangat berdampak terhadap guru. Oleh karena itu, perbaikan sistem pendidikan itu dimulai dari pembenahan guru.
"Kalau bukan guru yang dibenahi, mungkin agak susah. Jadi pelaku pendidikannya yang harus diperhatikan. Pelakunya kan guru, bukan Mas Nadiem," ungkap Didi dalam diskusi "Merdeka Belajar, Merdeka UN!" di Menteng, Jakarta, Sabtu (14/12).
Keributan soal UN bukan yang pertama kali terjadi. Pada periode masa jabat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), persoalan UN dan pergantian kurikulum juga pernah perdebatan di bidang pendidikan. Sebagai reaksi dari keributan itu, PGRI melakukan riset terhadap guru mengenai tanggapan persoalan UN pada 2012. Hasilnya, sebanyak 70% guru mengatakan ingin UN ditiadakan.
"Apalagi akhir-akhir ini UN sudah tidak digunakan untuk apa-apa lagi kan. Kalau untuk siswa, asal ujiannya itu adil dan objektif, ya sah-sah saja," ujarnya.
Didi mengatakan, kehadiran UN menjadi kegelisahan baik bagi siswa, guru, maupun orang tua. Pemerintah memberikan standar nilai kelulusan sehingga siswa berlomba-lomba melampaui patokan nilai tersebut. Hal ini yang menyebabkan siswa terbebani dalam proses pendidikannya.
"Kalau guru mumpuni, anak-anak lebih senang tidak terbebani dengan UN. Jadi, semua ini kita kembalikan ke tata kelola gurunya. Kalau guru dikelola dengan benar dan diberikan otonom dalam mengajar, insyaa Allah apa yang diinginkan dalam sistem pendidikan bisa terwujud," ujarnya.
Reporter: IMS