Jakarta, Gatra.com- UNESCO secara resmi mengakui pencak silat sebagai tradisi warisan kebudayaan takbenda untuk kemanusiaan dari Indonesia. Peresmian pengakuan tersebut disampaikan dalam sidang ke- Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Bogota, Kolombia, Kamis (12/12) lalu.
Namun, di saat bersamaan, UNESCO juga resmi mengakui bahwa Silat adalah beladiri warisan budaya takbenda dari Negara tetangga yaitu Malysia. Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid menututkan, ada perbedaan antara Pencak Silat milik Indonesia dan Silat milik Malaysia.
"Pencak Silat diakui sebagai tradisi budaya, seni, dan spiritual yang mengakar di masyarakat Indonesia. Sedangkan Silat hanya sebagai beladiri atau olahraga yang dikembangkan Malaysia," ujar Hilmar saat ditemui di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat (13/12).
Lebih lanjut, Hilmar menuturkan, konteks Pencak Silat lebih luas daripada Silat. Hilmar juga mengakui bahwa Pencak Silat diusulkan kelompok masyarakat yang melestarikan pencak silat.
"Jadi, sejatinya dorongan yang ada dari kelompok masyarakat. Bukan Kemendikbud yang pertama kali mengusulkan ini kepada UNESCO," ucap Hilmar.
Selain itu, Hilmar menuturkan, ada empat aspek Pencak Silat yakni mental-spiritual, pertahanan diri, seni, dan olahraga, yang membuatnya tercatat sebagai salah satu warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage) masyarakat Indonesia.
"Pencak Silat adalah warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih terus hidup sampai sekarang. Ini sangat bernilai dalam pembentukan jatidiri dan karakter di Indonesia," kata Hilmar
Dengan ditetapkannya Tradisi Pencak Silat, maka Indonesia memiliki sembilan elemen budaya dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Delapan elemen yang telah terdaftar sebelumnya adalah Wayang (2008); Keris (2008); Batik (2009); Angklung (2010); Tari Saman (2011); Noken Papua (2012); Tiga Genre Tari Tradisional di Bali (2015); Pinisi, seni pembuatan perahu dari Sulawesi Selatan (2017); ditambah satu program terbaik yaitu Pendidikan dan Pelatihan Batik di Museum Batik Pekalongan (2009).
"Setelah penetapan ini kita mendapat tugas besar untuk melestarikan tradisi pencak silat ini. Banyak hal yang perlu kita lakukan untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan tradisi ini untuk kepentingan pendidikan, penguatan jati diri dan memperkuat kehadiran Indonesia di dunia internasional," tutupnya.