Home Ekonomi Kadin Sebut Indonesia Gagal Menangkap Peluang Perang Dagang

Kadin Sebut Indonesia Gagal Menangkap Peluang Perang Dagang

Jakarta, Gatra.com-Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani mengatakan, setidaknya Indonesia memiliki dua peluang untuk memanfaatkan perang dagang. Ini terjadi antara Amerika Serikat dan Cina, selama kurang lebih dalam jangka waktu 18 bulan ini.

"Warning besar ini. Harusnya kita bisa mengambil keuntungan at least dengan dua aspek," katanya saat ditemui di kantor LIPI, Jakarta, Kamis (12/12).

Peluang pertama adalah mengambil pasar produk Cina yang diekspor ke AS. Menurut Shinta, hal itu dapat dilakukan karena berbagai barang yang sebelumnya diekspor Cina ke AS.

Saat ini tengah dikenai tarif yang cukup tinggi, sehingga Cina tidak lagi menjual barangnya ke pasar Amerika. Peluang itu seharusnya dapat diambil Indonesia, yaitu dengan menggantikan barang yang diekspor Cina ke AS.

"Ketika Amerika mengenakan tarif ke seluruh produk Cina harusnya kita bisa subtitusi itu dan ambil pangsa pasarnya," ujar Shinta.

Peluang kedua, lanjut Shinta, ialah dengan mengambil beberapa bisnis dari Cina, yang sebelumnya berlokasi di AS. Seperti yang telah dilakukan oleh Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Kamboja, yang mana mereka telah berhasil meyakinkan Cina untuk merelokasi 33 perusahaannya di beberapa negara itu.

Meski begitu, dia mengaku, keadaan Indonesia, tidak memungkinkan untuk mendapatkan kedua hal tersebut. Sebab, baik dari segi kapasitas produk, Shinta menilai Indonesi masih sangat kurang, karena tidak adanya otomasi di dalam industri. Begitupun dengan kinerja ekspor Indonesia yang semakin menurun hingga November 2019.

"Kinerja ekspor Indonesia ke AS dari kuartal II-2018 hingga kuartal III-2019 yaitu -3,39 persen, sedangkan India tumbuh 2,12%, Vietnam tumbuh 61,91 persen, Malaysia tumbuh 14,14%, Thailand tumbuh 8,11%, serta China -2,77 persen. Cina yang terhantam langsung pada kuartal II-2019 turun 16,06 persen tapi kemudian dia bisa berbalik jadi cuma -2,77%. Ini harus kita perhatikan kenapa negara lain bisa ambil manfaat tapi Indonesia malah tertinggal," ucap Shinta.

50