Jakarta, Gatra.com – Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Imam Alfian menuntut keenam oknum aparat kepolisian yang dinilai bersalah saat mengamankan aksi #ReformasiDikorupsi di Kendari agar dicopot dari kesatuannya.
Menurutnya, hukuman yang telah diberikan kepada keenam oknum aparat tersebut dinilai masih terlalu ringan. Terlebih, ia menyebutkan, hukuman itu tidak menimbulkan efek jera.
"Sanksi yang paling pas adalah pencopotan. Apabila ini jadi budaya atau hal yang seolah wajib dilakukan, itu mengancam masa depan demokrasi kita," ujar Imam di Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (11/12).
Imam merasa ada kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut. Menurutnya, dari keenam oknum aparat, hanya satu yang ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, ada kejanggalan jika dari enam oknum aparat yang melanggar disiplin, hanya satu yang ditetapkan sebagai tersangka. Ia menuntut keterbukaan aparat kepolisian untuk mengungkap kasus ini.
"Sejauh ini, yang disampaikan kepolisian terkait kasus ini masih terbatas, seolah-olah tidak ada informasi mumpuni yang bisa kami peroleh dari pihak kepolisian. Hanya sebatas kejadian yang tidak terlalu substansi," ujarnya.
Imam mengaku akan terus melakukan proses litigasi maupun non litigasi untuk meminta kejelasan hukum terkait kasus tersebut. Ia juga menegaskan, pihaknya akan terus mengawal perkembangan kasus ini hingga tuntas.
"Orang yang melakukan tindak pidana hukum harus diproses secara hukum," tegasnya.
Sebelumnya, dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari, Muhamad Yusuf Kardawi (19) Fakultas Teknik. Himawan Randi (21) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, menjadi korban tewas ketika menggelar aksi protes terhadap penolakan RUU KUHP di Kendari. Yusuf dan Randi diduga tewas akibat terkena peluru aparat saat mengikuti aksi damai di DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) 26 September lalu.
Atas kejadian itu, enam anggota Polres Kendari divonis ringan. Keenam polisi itu dinilai bersalah karena membawa senjata api dalam pengamanan unjuk rasa #ReformasiDikorupsi.
Satu perwira polisi atas nama AKP DK, serta lima orang anggota, yakni Bripka MAP, Brigadir AM, Bripka MI, Briptu H, dan Bripda FS, dihukum usai menjalani sidang yang digelar Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulawesi Tenggara. Keenamnya dihukum dengan teguran lisan, penundaan satu tahun kenaikan pangkat, dan dikurung selama 21 hari.