Jakarta, Gatra.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Dewan Serat Indonesia (DSI) mendorong percepatan penggunaan serat alam sebagai bahan baku industri karena penggunaannya dinilai masih belum optimal. Sementara potensi tanaman penghasil serat alam sangat mudah dijumpai di Indonesia dan baru digunakan pada industri tekstil sebagai bahan pembuatan kain dalam skala kecil dan menengah.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Johnny Darmawan mengatakan tantangan bagi para pelaku industri ke depan adalah bagaimana sektor industri bisa dikembangkan secara berkelanjutan agar dapat mengatasi masalah pengangguran dan penciptaan ekonomi berbasis industri.
Optimalisasi potensi sumberdaya lokal industri berbasis serat alam dapat menunjang industri berkelanjutan dengan cara menciptakan material-material baru dari alam yang berkualitas dengan biaya yang relatif murah, ungkapnya di sela-sela Simposium "Optimalisasi Potensi Sumberdaya Lokal Bagi Industri Berbasis Serat Alam" di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (10/12).
Johnny mengatakan sudah banyak bidang industri tekstil yang menggunakan bahan baku serat sebagai bahan pembuatan kain, walaupun skalanya masih IKM. Padahal, serat dapat digunakan untuk sektor industri lainnya. Ia mencontohkan serat kenaf yang dapat digunakan sebagai bahan pencampur baut karena bahannya yang kuat, ringan, dan tak mudah patah.
Lanjutnya, serat alam terutama dari non-kayu sudah lama dibudidayakan dan sangat menjanjikan sebagai bahan baku industri agro berbasis selulosa. Diantaranya pulp untuk kertas dan karton, dissolving pulp untuk serat rayon bagi produk tekstil, nitroselulosa sebagai bahan baku propelen, selulosa asetat, nanoselulosa kristalin, dan lainnya yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
Komposit berbahan baku serat alam diharapkan terus diteliti dan dikembangkan karena sifat dari serat yang kuat dan ringan sebagai bahan baku industri yang ramah lingkungan dan mudah terdegradasi. Di Indonesia banyak sekali tanaman yang dapat menghasilkan serat diantaranya kapas, kapuk, rami, kenaf, rosella, pisang dan nanas.
"Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pemangku kepentingan, juga lembaga litbang untuk menghasilkan material baru sebagai bahan baku industri dari serat alam," katanya.
Johnnya menambahkan industri tekstil dan alas kaki didorong untuk beradaptasi dengan penggunaan serat alam sebagai alternatif. Pasalnya, serat alam memiliki kelebihan dibandingkan serat sintetis karena dapat didaur ulang dan terbarukan. Sehingga peluang pengembangan serat alam di masa depan cukup menjanjikan.
Sekarang tinggal bagaimana kita dapat mendorong serat alam lokal menjadi bagian penting yang bernilai ekonomis sebagai material baru melalui diversifikasi produk industri dan perekayasaan untuk setiap tahap rantai nilai industri berbasis serat alam dengan dukungan penelitian dan pengembangan (litbang) yang memadai, katanya.
Ketua Dewan Serat Indonesia, Euis Saedah mengatakan pihaknya telah membuat road map pengembangan industri serat hingga tahun 2024.
"Tahun 2023 kita lahirkan kain serat Indonesia. Tahun 2024 take off (lepas landas) kain serat Indonesia," ujarnya dalam acara Simposium.
Euis mengungkapkan kendala pengembangan industri serat alam adalah skala usahanya yang masih kecil belum stabil. Satu sisi, pelaku usaha dengan mudahnya terjun mengolah serat alam. Di sisi lain, banyak pula yang gulung tikar dan beralih ke usaha lainnya karena kurangnya pembeli.
"Oleh karena itu, perlu dibangun secara sistematis oleh para stakeholder agar sustain. Makanya dewan serat bikin forum dan FGD (Forum Group Discussion). Ayo digarap dari hulu, kemudian bertanggunng jawab dan diestafetkan ke produksi," pungkasnya.