Jakarta, Gatra.com - Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyita kosmetik, obat tradisional, dan pangan olahan ilegal senilai Rp53 miliar lebih yang terdapat di empat gudang di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Selatan.
Kepala BPOM, Penny K. Lukito, dalam siaran pers yang diterima Gatra.com di Jakarta, Selasa (10/12), menyampaikan, penyitaan barang ilegal tersebut berlangsung pada Senin malam (9/12).
Menurutnya, dari empat tempat tersebut penyidik mengamankan dan menyita 43.071 pieces kosmetik ilegal senilai Rp17,17 miliar, 58.355 pieces obat tradisional ilegal senilai Rp27,98 miliar, dan 14.533 pieces pangan olahan ilegal senilai Rp7,21 miliar. Rinciannya, ada 44 item atau 127.281 pieces terdiri 29 item kosmetik ilegal, 12 item obat tradisional ilegal, dan 3 item pangan olahan ilegal.
Penny menyebutkan bahwa pelaku diduga melakukan kejahatan peredaran kosmetik, obat tradisional, dan pangan olahan ilegal dengan modus penjualan melalui jasa pengiriman kurir oleh PT Boxme Fullfillment Centre dan penjualan melalui e-commerce (online) oleh PT 2WTRADE.
“Sesuai perjanjian kerja sama, PT Boxme Fullfillmet Centre menerima pesanan barang dari PT 2WTRADE, PT Globalindo Kosmetika Internasional, dan PT Digital Commerce Indonesia. Dalam perjanjian tersebut, PT Boxme menerima dan membungkus barang sesuai pesanan. Selanjutnya barang dikirim kepada pembeli melalui jasa pengiriman/kurir,” ungkap.
Kosmetik ilegal yang ditemukan dan disita petugas antara lain Diva Mask, Inno Gialuron, Xtrazex, Princess Hair, dan Vita Micrite 3D All Use. “Sementara itu, obat tradisional ilegal yang ditemukan antara lain Detoxic, Resize Gel, dan Hero Active, sedangkan pangan olahan ilegal antara lain Slim Mix Collagen 168 g, Choco mia, Black Latte 100 g,” ungkapnya.
“Kami telah melakukan pemeriksaan setidaknya terhadap 10 orang saksi terkait temuan ini. Kami terus melakukan pendalaman untuk menemukan aktor intelektual di balik kejahatan peredaran obat dan makanan ilegal ini,” kata Penny.
Berdasarkan temuan dan fakta di lapangan, para tersangka dapat dijerat dengan ketentuan Pasal 197 UU Kesehatan jo Pasal 62 Ayat (1) jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jo Pasal 142 jo Pasal 91 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Pasal-pasal di atas pada intinya menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi, dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
Sedangkan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan keamanan dan mutu serta kebenaran informasi dari produk obat dan makanan yang beredar secara online, Badan POM telah menandatangani Kesepakatan Bersama dengan Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA); 6 market place, dan penyedia transportasi online yaitu Bukalapak, Tokopedia, Halodoc, Klikdokter, Grab, dan Gojek; serta Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).
Badan POM juga secara berkesinambungan melaksanakan patroli siber untuk menelusuri dan mencegah peredaran obat dan makanan ilegal di media daring melalui platform situs, media sosial, dan e-commerce.
Berdasarkan hasil Patroli Siber, Badan POM memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk pemblokiran (take down) platform yang melakukan perdagangan online produk ilegal.
Penny mengimbau masyarakat untuk selalu ingat Cek “KLIK” (Kemasan, Label, izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk obat dan makanan.
"Masyarakat dapat memperoleh informasi tentang produk obat dan makanan dengan mudah melalui situs resmi Badan POM, sosial media resmi Badan POM, maupun HaloBPOM 1500533," ujarnya.