Labuan Bajo, Gatra.com - Bank Indonesia harus meramu kebijakan untuk mengantisipasi tekanan inflasi lebih besar tahun depan. Pasalnya angggaran subsidi energi, seperti BBM, LPG dan listrik dipangkas dari tahun sebelumnya.
Pada APBN 2019, anggaran subsidi energi sebesar Rp157,7 triliun. Nilai ini turun menjadi Rp124,873 triliun di APBN 2020. Akibatnya, harga BBM, LPG dan listrik berpotensi terkerek di tahun depan.
Jika tidak diantisipasi, maka akan menyebabkan inflasi. Sementara, pemerintah mentarget inflasi tahun 2020 yaitu sebesar 3% plus minus 1%, lebih rendah dari tahun ini, yaitu 3,5% plus minus 1%.
Hingga akhir 2019, BI memproyeksi inflasi nasional masih terjaga di bawah 3,5%. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Endy Dwi Tjahjana, dengan pencapaian itu BI memperbaiki target inflasi 2020.
“Kita kan beberapa tahun sudah mencapai 3%. Saya kira itu cukup. Optimis target bisa tercapai,” kata Endy di Ayana Hotel Labuan Bajo, (09/12).
Menurut Endy, ada tiga kompenen pembentuk inflasi nasional, yaitu inflasi utama, inflasi bergejolak (volatile food) dan inflasi yang komponen harga diatur pemerintah (administered prices). “Inflasi utamanya sudah stabil. Yang masih bergejolak itu volatile food. Itu yang kita upayakan untuk kita kendalikan,” ujarnya.
Endy mengatakan, target inflasi volatile food tahun lalu sekitar 5%. “Tahun depan kita turunkan bisa jadi 4%,” ujarnya.
Sementara inflasi administered prices, Endy mencontohkan, kenaikan tarif angkutan udara. “Ini kan kebijakan pemerintah dan kita nggak bisa ngapa-ngapain juga,” ujarnya.
Nah, untuk pencabuatan subsidi solar, LPG dan listrik, kata Endy, merupakan bagian dari kebijakan pemerintah. “Tapi kita yakin inflasi tahun depan terjaga. Karena BI nggak mungkin asal pasang target,” ujarnya.