Negara-negara industri menyumbang emisi gas rumah kaca paling besar. Tanpa perubahan mendasar dan cepat, target kenaikan suhu rerata bumi lepas dari jangkauan.
- - - - - -
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengeluarkan pernyataan keras akhir November lalu. Bukan tentang perang, melainkan risiko bencana global yang sebenarnya bisa dicegah sejak hari ini. Menurutnya, selama sepuluh tahun terakhir, Emission Gap Report telah membunyikan alarm. Namun selama sepuluh tahun itu juga, dunia tidak melakukan hal besar, kecuali meningkatkan emisi gas buang.
“Kegagalan mengindahkan peringatan ini dan mengambil tindakan drastis untuk membalikkan emisi, berarti kita akan terus menyaksikan gelombang panas mematikan, badai, dan polusi,” kata Guterres.
Kegagalan mencegah kenaikan suhu global akan menghasilkan bencana cuaca seperti suhu panas, gelombang panas yang mematikan, banjir, dan kekeringan di mana-mana. Jelas bukan warisan yang diharapkan generasi penerus.
Emission Gap Report adalah laporan tahunan yang diterbitkan United Nation Eviroment Program (UNEP). Berisi laporan penilaian kesenjangan antara emisi yang diantisipasi pada 2030 dan tingkat yang konsisten dengan target 1,5° Celsius dan 2° Celsius dari Perjanjian Paris (Paris Agreement). Laporan ini diterbitkan setiap tahun sejak 2010.
Dalam Emission Gap Report 2019, UNEP memprediksi suhu bumi akan naik 3,2° Celsius pada 2030. Jauh di atas Perjanjian Paris, yaitu 1,5° Celsius atau 2° Celsius. Agar tidak kehilangan kesempatan memenuhi target kenaikan suhu 1,5°, emisi gas CO2 harus turun hingga 7,6% setiap tahun dalam jangka waktu 2020–2030, hingga menjadi level 29–32 miliar ton.
Laporan tahunan di tahun ke-10 ini memang menyajikan data yang suram. Emisi CO2 global meningkat sekitar 11% sejak 2010. Setiap tahun, emisi malah tumbuh dan perlu pemangkasan yang lebih dalam dan lebih cepat. Namun aksi yang terjadi, tidak seperti yang diharapkan. Alih-alih mengecil, emisi CO2 justru naik. Tahun lalu tercatat 55,3 gigaton CO2 dipompa ke atmosfer, naik dari 53,5 gigaton pada 2017.
Laporan itu juga mengindikasikan emisi gas rumah kaca terus membubung. Bahkan seandainya semua negara berhasil mewujudkan komitmen pemangkasan, emisi tetap tumbuh dalam beberapa dekade mendatang. Perkiraan UNEP, pada 2030 emisi diperkirakan 27% dan 38% lebih tinggi dari yang diharapkan agar bisa membatasi kenaikan suhu bumi, rata-rata 1,5° Celsius atau 2° Celsius.
Karena situasinya yang makin mendesak, UNEP mendorong negara-negara untuk tidak menunggu lagi. “Mereka perlu bertindak sekarang,” kata Inger Andersen, Direktur Eksekutif UNEP.
“Jika kita tidak melakukan sekarang, sasaran 1,5° Celsius tidak akan terjangkau, bahkan sebelum 2030,” ucap Andersen lagi.
Data UNEP menyebut, negara-negara G20 secara kolektif menyumbang 78% dari semua emisi, dengan hanya lima anggota G20 saja yang berkomitmen untuk target nol emisi jangka panjang. Tujuh negara besar bahkan tidak berada di jalur untuk memenuhi komitmen Perjanjian Paris. Mereka, yaitu Australia, Brasil, Kanada, Jepang, Korea Selatan, Afrika Selatan, dan AS.
Menurut Direktur UNEP DTU Partnership, John Christensen, negara-negara berkembang dengan pertumbuhan pesat juga memberikan kontribusi terhadap emisi tinggi. Negara-negara itu tidak dapat diharapkan menjadi yang pertama mengurangi emisi. “Negara-negara industri harus memimpin,” ucapnya.
Dalam jangka pendek, dengan alasan keadilan dan kesetaraan, negara-negara maju harus mengurangi emisinya lebih cepat daripada negara-negara berkembang. Namun pada akhirnya semua negara perlu berkontribusi untuk membentuk efek kolektif. Negara berkembang dapat belajar keberhasilan negara maju. Mereka bahkan dapat melampaui mereka dan mengadopsi teknologi yang lebih bersih pada tingkat yang lebih cepat.
Pada saat yang sama, makin banyak negara telah menetapkan target emisi net-zero. Sekitar 65 negara dan 10 wilayah utama telah berkomitmen untuk emisi bersih nol pada 2050. Namun, ini hanya mencakup lima anggota kelompok ekonomi utama G20 dan hanya dua negara yaitu Inggris dan Prancis, yang telah meloloskan undang-undang yang mengikat.
Di luar data-data memprihatinkan itu, laporan UNEP ini juga mengetengahkan sejumlah informasi positif. Beberapa di antaranya, soal negara-negara yang mengembangkan kebijakan iklim masing-masing dan tentang makin murahnya harga energi bersih yang telah membuat beberapa kemungkinan hasil emisi terburuk bisa direduksi.
Tahun depan, PBB akan menyelenggarakan Konferensi Perubahan Iklim di Glasgow, Skotlandia. Momen itu diharapkan akan memberi arahan baru dalam mencegah krisis di masa depan dan mendorong negara-negara untuk meningkatkan komitmennya pada perubahaan iklim secara signifikan.