Tebo, Gatra.com - Pasca rumah mereka dibakar dan kebun mereka dirusak, kehidupan Suku Anak Dalam (SAD) kelompok Temenggung Tupang Besak dan Temenggung Bujang Itam semakin memprihatinkan. Pasalnya selain tidak memiliki tempat tinggal, mereka tidak memiliki sumber makanan.
Untuk bisa bertahan hidup, dua kelompok SAD ini terpaksa mengumpulkan atau memungut berondolan buah sawit di kebun-kebun masyarakat di sekitar wilayah Sungai Ibul, Desa Sungai Paur, Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.
Dalam sehari, mereka hanya mampu mengumpulkan satu karung buah sawit. Buah sawit yang terkumpul dijual ke pengepul dengan harga tertinggi Rp50 ribu. Hasil penjualan buah sawit tersebut mereka gunakan untuk membeli bahan makanan.
Tak jarang kelompok SAD ini dimarahi bahkan diusir oleh pemilik kebun. Toh, mereka tetap mengumpul buah sawit tersebut karena tak punya pilihan lain. "Kalau tidak memungut buah sawit, terus kami mau hidup dari apa. Kebun kami sudah dirusak, rumah kami sudah dibakar, jadi mau enggak mau kami harus memungut buah sawit," kata Temenggung Tupang Besak, Sabtu (7/12).
Ditanya dimana mereka tinggal saat ini, Tupang menjawab, "Kami tinggal di kebun-kebun warga. Kami bertenda (mendirikan tenda) terpal di sana. Kalau diusir sama pemilik kebun, terpaksa kami pindah ke kebun lain."
Sebelumnya kata Tupang, kelompoknya dan kelompok Temenggung Bujang Itam hidup berdampingan dengan aman dan damai di Sungai Ibul, Desa Sungai Paur atau tidak jauh dari Distrik VIII PT WKS.
Mereka hidup dengan bercocok tanam (berkebun) ubi dan pisang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagian lagi hasinya mereka jual.
Selain berkebun, sebagain dari mereka bekerja sebagai buruh. Sebagian lagi mencari getah jernang atau getah balam. "Ada juga yang berburu babi dan labi-labi," katanya.
Namun, Tupang berkata, pasca insiden penangkapan pengurus dan anggota Serikat Mandiri Batanghari (SMB) Agustus 2019 lalu, rumah mereka dibakar, kebun-kebun mereka dirusak dan sebagian anggota kelompok (kelurga) mereka ditangkap. "Sekarang ini apapun kami lakukan, yang penting kami bisa hidup," ujarnya.
Kondisi tersebut sangat disayangkan oleh Ketua Yayasan Orang Rimbo Kito (Orik), Ahmad Firdaus. "Ini sangat miris. Dan ini harus segera dicari solusinya," kata Firdaus.
Menurut dia, insiden penangkapan pengurus dan anggota SMB termasuk beberapa orang warga SAD sangat berpengaruh terhadap psikologi SAD. Ditambah lagi dengan kondisi saat ini kata dia, akan berdampak pada kehidupan mereka.
"Keluarga mereka ditangkap, rumah mereka dibakar, kebun mereka dirusak. Saya khawatir kalau tidak cepat dicari solusinya akan menimbulkan masalah baru," ujarnya.