Jakarta, Gatra.com - Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan bahwa penerapan e-voting di Indonesia belum perlu dilakukan.
Pasalnya, kata Hadar, permasalahan yang dihadapi justru berada di proses rekapitulasi hasil, yang lambat, serta terbuka ruang manipulasi pada perubahan hasil.
"Dalam proses pemungutan dan penghitungan suara pilkada kita bukan pada sulit dan ketidakakuratan menghitungan. Proses di TPS sudah terbuka, partisipatif, akurat dan cukup cepat," kata Hadar saat dihubungi Gatra.com (6/12).
Baca juga: Tiga Desa di Inhu Pilkades E-Voting
Hadar justru menyarankan penerapan e-rekap, yang menurutnya lebih relevan dengan permasalahan yang dihadapi saat ini. Namun, sambung Hadar, untuk menggunakan teknologi perlu dipersiapkan dengan baik.
"Bukan saja memastikan sistem berfungsi baik namun terbangun kepercayaan publik terhadap proses dan hasil dengan penggunaan sistem elektronik tersebut," tambahnya.
Hadar mengungkapkan bahwa banyak negara-negara yang justru gagal menerapkan e-voting dan mengakibatkan kepercayaan terhadap sistem teknologi menjadi berantakan.
"Belanda yang sebelumnya menggunakan e-voting, akhirnya kembali manual. Australia pun tidak pakai e-voting," pungkasnya.