Jakarta, Gatra.com - Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan, bahwa pemerintah akan menutup salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero) atau PT PANN, jika tak kunjung membawa keuntungan bagi negara.
"Nanti kalau memang layak kita pertahankan, ya kita harus betul betul dorong. Tapi kalau nggak, ya kita juga nggak boleh segan-segan ya ditutup saja. Utangnya diberesin apakah dengan cara pemailitan, mitigasi atau apa," kata Isa, di kantornya, Jakarta, Jumat (6/11).
Untuk beberapa waktu kedepan, lanjut Isa, Kemenkeu akan bekerjasama dengan Kementerian BUMN untuk terus mengawasi perusahaan plat merah tersebut.
Tidak hanya PT PANN, pemerintah akan mengawasi juga perusahaan-perusahaan BUMN lainnya, terutama yang mendapatkan suntikan modal dari negara berupa Penanaman Modal Negara (PMN).
"Kita harus membuat position, bersama dengan kementerian BUMN apakah ini memang BUMN yang layak kita pertahankan apa tidak," ujarnya.
Isa menjelaskan, ketidakberesan PT PANN sudah terlihat sejak tahun 1994 lalu. Yaitu ketika pemerintah sempat menyuntikkan dana untuk menjalankan bisnis dengan baik, namun gagal.
Sebab, dana yang semula dianggarkan untuk pembelian kapal laut, justru digunakan untuk membeli pesawat terbang oleh perusahaan tersebut.
"Itu BUMN yang sudah lama banget itu sebetulnya. Tapi ya begitu, begitu tahun 1994 atau kapan dikasih pinjaman. Wong itu diberikan untuk pembiayaan kapal laut, kok terus tiba-tiba dipakai untuk pembiayaan kapal terbang, jadinya ‘terbang’ (menguap) benar," imbuh Isa.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir telah memberikan ancaman, bahwa pihaknya akan menutup PT PANN karena menjalankan bisnisnya melenceng dari visi dan misi awal.
Erick mengatakan, perusahaan plat merah yang sudah berdiri sejak 1974 itu pada awalnya fokus dalam menjalankan bisnisnya di bidang penyewaan kapal laut. Namun seiring berjalannya waktu, perusahaan tersebut juga merambah bisnis ke penyewaan pesawat.
"PT PANN awal didirikan untuk leasing kapal laut, bukan kapal udara. Ini yang harus di-merger atau ditutup karena terlalu banyak," katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu (4/12).