Padang, Gatra.com - Wacana penghapusan Ujian Nasional (UN) yang akan diterapkan pemerintah mendapat perhatian dari Mantan Wakil Presiden RI, Muhammad Jusuf Kalla. JK menilai, adanya UN, mutu pendidikan dapat terjaga dengan mendorong siswa belajar keras, sekaligus melakukan evaluasi secara berkelanjutan. Pernyataan tersebut disampaikannya saat penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa (DR HC) dari Universitas Negeri Padang (UNP) di Padang, Kamis (5/12).
Dia katakan, tanpa ujian nasional, kelulusan hanyalah rumus 'dongkrakan', sehingga hampir semua peserta didik diluluskan. Akibatnya, mutu pendidikan di Indonesia terus menurun. Padahal kemampuan otak orang Indonesia sama dengan orang Jepang atau Amerika. Pembedanya, cuma siapa belajar dengan baik dan tidak.
JK menyebut, saat ini anak-anak tidak atau kurang belajar karena selama beberapa puluh tahun terakhir, tanpa belajar, mereka beranggapan bakal lulus dalam ujian. Bahkan pejabat seperti Bupati dan Walikota turut menekan sekolah dan guru agar meluluskan murid-murid 100 %. Akhirnya, anak-anak merasa tidak perlu belajar.
"Toh pasti lulus juga, buat apa belajar," ucapnya.
Menurutnya, kurikulum yang bagus tidak bisa terwujud jika murid-murid tidak belajar dengan baik. Semasa sistem Ebtanas yang menerapkan cara nilai ganda dan menaikkan nilai bagi yang kurang di daerah, terjadilah standar ganda yang mengorbankan masa depan karena daerah tidak bisa bersaing secara nasional.
Itu sebabnya pemerintah kembali mengadakan UN untuk standar pendidikan yang sama di seluruh Indonesia. JK menegaskan,alasan harus diadakan UN supaya standarnya sama, tanpa membedakan antara sekolah di Provinsi atau daerah. Tujuannya, pemerintah dapat memetakan dan membantu daerah dan sekolah yang kurang.
Awalnya memang banyak anak tidak lulus terutama di daerah, meski dari tahun ke tahun banyak perubahan. Walaupun pada 2015 Ujian Nasional tidak lagi menjadi syarat kelulusan, tetapi untuk evaluasi mutu pendidikan nasional. Hal ini perlu dikaji kembali, termasuk hasil UN menjadi syarat masuk perguruan tinggi.
Penciptaan standar dan peningkatan mutu pendidikan itu ibarat meletakkan galah lompat tinggi. Di beberapa negara lain, untuk meningkatkan prestasi, ketinggian galahnya secara bertahap ditambah. Di Indonesia malah sebaliknya, agar semua murid dapat melewati galah, maka ketinggian galahnya diturunkan.
"Akibatnya kita hanya bisa melompati ketinggian 1,5 meter sementara di negara lain sudah 2 meter. Itu sebabnya ketinggian galah yang menjadi standar kelulusan anak harus ditingkatkan bertahap secara terus menerus. Ujian nasional mendorong anak belajar dan berusaha keras untuk lulus," ungkapnya.