Jakarta, Gatra.com - Presiden Direktur Baba Rafi, Nilamsari mengatakan, untuk mendorong Usaha Micro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menuju pasar global, diperlukan adanya kemudahan akses permodalan.
Menurutnya, pemerintah harus mengkaji ulang bunga pinjaman yang saat ini berkisar pada angka 12%. Tingginya bunga pinjaman ini dinilai memberatkan para pelaku usaha khususnya pada usaha micro dan kecil.
"Ketika UMKM mau naik kelas, masalah pembiayaan. Karena Bank di Indonesia bunganya masih tinggi dan menjadi challenge. Dibandingkan dengan Korea, Malaysia hanya 3-5%, Cina 3%, di Indonesia bunga 12% tinggi sekali," katanya di Jakarta, Kamis (5/12).
Nilamsari menyebut, dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini yang masih melemah, justru memberatkan pelaku usaha. Terlebih, iklim usaha di Indonesia juga dipengaruhi oleh stabilitas politik.
"Mungkin kalau Singapura stabil terus sehingga pebisnis tenang. Dibandingkan di Indonesia ada demo, dan lainnya, sehingga ini butuh perhatian," katanya.
Selain itu, tambah Nilam, aturan agunan dari Bank di Indonesia mencapai 60% dari jumlah pinjaman juga menjadi permasalahan. Bahkan dalam praktiknya, agunan yang dikeluarkan harus 100% dengan pinjaman hanya berkisar 70%.
"Bank terlalu takut kena NPL (Non Performing Loan) dan menghambat pergerakan ekonomi Indonesia. Dibanding Timor Leste revolusioner, untuk UMKM yang sudah jalan, mereka mau memberikan pinjaman agunan 30%," katanya.