
Jakarta, Gatra.com - Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) mengatakan, perang dagang yang masih terus terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan Cina adalah imbas dari kebijakan Presiden Donald Trump yang dianggapnya 'tidak waras'. Sebab, kebijakan-kebijakan baik dari sisi ekonomi atau politik yang dibuat oleh Trump selalu memiliki resiko tinggi, yang mengarah pada semakin buruknya hubungan antara Negeri Abang Sam dengan Beijing.
"Ini (perang dagang) sebenarnya terjadi karena dia (Presiden Trump). Presiden yang waras tidak akan berbuat begitu. Diharapkan yang akan datang (pilpres AS 2020) terpilih Presiden yang waras," ucap dia di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (4/11).
Menurut JK, paling tidak perang dagang akan segera berakhir di tahun 2020 nanti. Atau paling lambat, konflik antara AS-Cina itu akan berakhir di tahun 2022, jika Trump terpilih lagi menjadi Presiden AS dan tetap kekeuh untuk memungut tarif lebih atas barang China.
"Paling perang dagang selesai tahun depan, kalau tidak apa iya orang-orangnya nanti akan dikasih makan batu? Tapi yang pasti, perang dagang sudah akan berhenti akhir tahun 2022. Kalau perang dagang itu barang China dipajaki, pendapatan AS turun dan industri kena juga," jelas JK.
Sementara itu, di tengah kondisi perekonomian dunia saat ini, yang membuat Indonesia ikut terimbas, JK menyarankan kepada pemerintah untuk berhemat. Sebab, menurut dia untuk mengelola perekonomian negara sama seperti mengelola perekonomian rumah tangga.
Sehingga, saat terjadi krisis ekonomi, baik itu rumah tangga ataupun negara diharuskan untuk berhemat dan lebih berhati-hati dalam mengelola anggaran keuangan.
"Mengurus negara tidak beda dengan rumah tangga dan tidak beda dengan mengurus perusahaan. Apa yang dilakukan kita kalau penghasilan kita menurun di rumah tangga, ekonomi kita turun, yang pertama adalah menghemat," tutur dia.
Sementara untuk pelaku usaha, JK menyarankan kepada mereka untuk menanamkan investasi dalam jangka panjang. Sehingga mereka dapat mengantisipasi dampak perang dagang dan dapat membantu menopang perekonomian negara.
"Ini keadaan bisa sampai dua tahun lagi, pikirkan investasi yang menghasilkan dalam 4 hingga 5 tahun. Kita bertahan kalau berpikir tahun depan, bukan tahun ini," pungkas dia.