Home Hukum Atasi Konflik Agraria, Wamen ATR Siap Berkantor di Daerah

Atasi Konflik Agraria, Wamen ATR Siap Berkantor di Daerah

Sleman, Gatra.com – Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Surya Tjandra berjanji akan berkantor di daerah rawan konflik agraria untuk menyelesaikan berbagai kasus agraria. Surya menyatakan program reforma agraria berupa redistribusi tanah menjadi prioritas.

Hal ini disampaikan Surya saat menjadi pembicara kunci dalam seminar nasional ‘Reforma Agraria dan Tanah Negara Untuk Rakyat: Agenda Bangsa yang Tertunda’ di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (4/12).

“Permasalahan agraria adalah masalah serius yang mendapatkan perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo. Pemerintah tidak main-main maupun basa-basi tentang hal ini,” katanya.

Ia mengatakan konflik agraria bisa terjadi di mana saja, tapi paling sering terjadi di Sumatera Utara, Riau, Lampung, Jawa Barat, dan beberapa wilayah di Kalimantan.

Menurut dia, hasil pemetaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menunjukkan konflik agraria didominasi karena peran negara dan menyangkut redistribusi tanah untuk rakyat. Kementerian ATR pun memprioritaskan penyelesaian hal itu. Sedangkan sengketa agraria antar-pribadi dan perusahaan belum menjadi prioritas.

“Kami akan menyusun standard operational procedur (SOP) untuk menentukan siapa yang bertanggungjawab dan kapan terselesaikannya satu konflik agraria. Tapi bagi saya, yang paling mudah adalah berkantor di daerah,” katanya.

Selama satu-dua minggu atau hingga sebulan, Surya akan bertempat di kantor gubernur atau bupati. Seluruh elemen negara di daerah itu pun akan diajak duduk bersama untuk memetakan dan mencari terobosan penyelesaian konflik agraria tanpa menimbulkan dampak negatif ke masyarakat dan negara.

“Kerjasama dengan pemda jadi satu langkah penting penyelesaian konflik agraria di tengah keterbatasan anggaran. Konflik agraria yang terjadi adalah realitas yang harus kita terima dan menjadi agenda penting. Situasi sudah kronis dan harus ada langkah konkret,” lanjut Surya.

Selain itu, kata dia, menyelesaikan konflik agraria butuh keberanian, kepintaran, dan niat tulus dari semua pihak, termasuk 37 ribu pegawai di 502 kantor BPN.

Surya yakin hampir 90 persen pegawai BPN berasal dari keluarga tidak mampu seperti dirinya dan ingin bekerja untuk hidup lebih baik. Dengan paradigma ini, jika pemerintah memiliki program yang baik, pegawai juga akan punya semangat dan serius mensukseskan program itu.

“Layaknya orang tidak mampu, saya yakin pegawai BPN akan suka cita melakukannya,” katanya.

Adapun hakim Mahkamah Agung Pri Prambudi menyatakan banyak proses hukum kasus pertanahan di pengadilan tidak berpihak pada rakyat.

“Penegakan hukum soal pertanahan harus hati-hati dan memahami soal kerakyatan. Ini bukan soal negara menang atau kalah, tetapi menyangkut pemenuhan rakyat akan tanah,” katanya.

209