Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutuf Charta Politik, Yunarto Wijaya menyebut, proses aklamasi bukan berarti kembali pada zaman Orde Baru (Orba). Ia juga menegaskan, aklamasi tak berbahaya sepanjang proses politik itu tak ada intervensi yang sifatnya meneror satu pihak.
"Kalau kembali ke Orba ya nggak. Kalau aklamasi, selama dilakukan sebelum Munas (Musyawarah Nasional) terjadi dan tanpa melalui intervensi yang sifatnya misalnya mengancam intervensi yang sifatnya meneror, misalnya membahayakan posisi seseorang," kata Toto, sapaannya, saat ditemui di pembukaan Munas Golkar, Ritz Carlton, Jakarta Selatan, Selasa (3/12) malam.
Ia menjelaskan, aklamasi sah-sah saja dilakukan dalam demokrasi. Namun, ia memberikan catatan, terutama untuk Golkar yang sedang menjalankan Munas ke-10, untuk tak mengaitkannya dengan dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab menurutnya, hal itu cerminan bahwa Golkar bukanlah partai yang independen.
"Catatan penting untuk Golkar, ketika setiap Munas Golkar selalu dikaitkan dengan pertanyaan, Presiden dukung siapa. Artinya partai ini belum sepenuhnya jadi partai independen," ujarnya.
Golkar, lanjutnya, memang identik dengan kekuasaan. Partai ini cenderung ikut barisan kekuasaan. Toto menilai, tantangan Golkar ke depan adalah bagaimana memunculkan image baru dengan tidak melulu ikut kekuasaan.
"Saya pikir harus muncul image baru dr golkar bukan sekedar partai yang selalu ikut dengan kekuasaan, tapi artai yang memang menjadi besar karena infrastruktur mereka seperti yang selama ini kita lihat," tukasnya.