Jakarta, Gatra.com - Anggota DPR Komisi VI, Rieke Diah Pitaloka menyebut dalam audit investigatif BPK tentang Pelindo II tersebut, tercantum ada dugaan pelanggaran Undang-Undang dan indikasi kerugian negara kasus perpanjangan kontrak JICT-Koja kepada Hutchison, kasus pembangunan pelabuhan New Kalibaru (NPCT-1) dan kasus Global Bond Pelindo II.
"Kerugian negara kasus kontrak JICT kepada Hutchison mencapai Rp4,08 triliun. Sementara kasus kontrak Koja mencapai Rp1,86 triliun dan dilakukan tanpa valuasi. Selain itu kasus pembangunan New Kalibaru tahap 1 (NPCT-1) kerugian negaranya mencapai Rp 1 trilyun dengan potensi gagal konstruksi dan kerugian total loss Rp7 triliun. Terakhir kasus Global Bond Pelindo II kerugian negara mencapai Rp741 miliar. Sehingga total kerugian negara dalam kasus Pelindo II mencapai Rp15 triliun," kata Rieke, ketika menyerahkan hasil laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang Pelindo II kepada Menteri BUMN Erick Tohir di Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/12).
Rieke menyebut, terkait kasus perpanjangan kontrak JICT-Koja, hal tersebut bukan semata permasalahan soal anti asing.
"Ini bukan masalah anti asing atau artinya kerjasama dengan hutchison sama sekali dihilangkan. Bisa saja kita melakukan kerjasama investasi di tempat lain yang belum eksisting (dengan Hutchison) karena jika JICT bisa dikelola anak bangsa sendiri kenapa tidak (kita kelola). Saya yakin Pak Erick Tohir bisa memperjuangkan JICT-Koja kembali ke Indonesia 100%," ujar Rieke dalam siaran persnya, Selasa (3/12).
Menurut Rieke, ada benchmarking bagus di Surabaya saat pemerintah berhasil menyelamatkan TPS Surabaya 100% kembali ke Indonesia dari Dubai tahun 2019 ini.
"Harusnya bulan Maret tahun ini kontrak Hutchison di JICT-Koja habis sehingga pelabuhan ini mampu dikelola anak bangsa sendiri. Hal ini sejalan dengan bunyi kontrak pertama JICT tahun 1999. Bahwasanya JICT-koja harus 100% milik Indonesia," ujar Rieke.
Rieke juga menyinggung pihak-pihak yang masih terus berupaya melanjutkan kontrak JICT-Koja secara sepihak.
"Ada yang beralasan (manajemen Pelindo II dan JICT) masih belum mendapatkan audit investigatif BPK sehingga merasa bisa melanjutkan kerjasama meskipun indikasi kerugian negara sebesar itu. Jadi mohon izin kepada pimpinan saya harus menyerahkan agar bisa dilanjutkan kepada BUMN terkait (Pelindo II) hasil audit investigatif resmi BPK dan tolong disampaikan ke pelindo II agar tidak lagi ada alasan belum menerima audit," ujar Rieke.
Rieke menyampaikan audit investigatif BPK ini juga telah disampaikan kepada aparat penegak hukum dan pemerintah.
"Audit ini investigatif ini juga sudah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian serta kepada Presiden," kata Rieke.