Palembang, Gatra.com – Sidang dengan terdakwa Robi Okta Fahlevi yang menjadi rekanan kontraktor atas kasus dugaan gratifikasi yang menyeret Bupati non aktif, Ahmad Yani berlanjut, Selasa (3/12).
Dalam kesaksian A Elfin MZ Muchtar di Pengadilan Tipikor Palembang, diketahui jika perusahaan Robi, PT. Indo Paser Beton dipilih karena sanggup memberikan fee, termasuk pada kalangan legislatif sebelum pelaksanaan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
“Saya bersama Robi, datang ke Bupati Ahmad Yani, sebelum ketok palu anggaran 2019. Saya mengenalkan Robi sebagai kontraktor (perusahaan) yang sudah biasa mengerjaan proyek-proyek,” aku saksi Elfin yang merupakan pegawai di Dinas PUPR Muara Enim dan juga berstatus tersangka KPK.
Setelah mengenalkan Robi sebagai kontraktor tersebut, ternyata Bupati Ahmad Yani kemudian menghubungi dan menanyakan apakah sanggup memberikan fee sebelum pengerjaan proyek, terutama sebelum Pileg 2019.
“Kenapa perusahaan Robi yang dipilih, karena Bupati ingin cepat dan terdakwa Robi menyanggupi mampu memberikan fee lebih cepat sesuai dengan keinginan Bupati,” sambung Elfin menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Roy Riyadi dalam persidangan.
Diketahui, pengesahan anggaran APBD tahun 2019 berlangsung November 2018. Sebelum pengesahan itu, Elfin membenarkan terjadi pertemuan antara Ketua DPRD, para wakil DPRD, para fraksi dan Bupati Ahmad Yani.
“Kesepakatan pengerjaan proyek untuk Robi dilakukan sebelum proses lelangnya. Atas perintah Bupati itulah, 16 proyek pengerjaan dilaksanakan perusahaan Robi,” beber Elfin saat tertangkap tangan menjabat Kepala Seksi (Kasi) Jalan di Dinas PUPR Muara Enim tersebut.
Meski menjabarkan alasan perusahaan Robi yang dimenangkan dalam lelang dengan nilai anggaran mencapai Rp130 miliar itu, Elfin juga sempat ditanya majelis hakim mengenai peluang perusahaan lainnya memenangkan proyek tersebut.
“Syarat perusahaan hendaknya harus menyertakan master plan, termasuk memastikan ketersediaan alat pengerjaan jalan katagori beton. Perusahaan lain bisa memiliki atau menyewa alat ini, tetapi atas perintah Bupati pak, perusahaan Robi dimenangkan, selain juga karena memiliki alat yang dibutuhkan dalam pengerjaan jalan tersebut,” terangnya.
Elfin juga menjabarkan nama-nama para anggota legislatif yang menerima fee sebelum pelaksanaan Pileg 2019. Atas pengakuan Elfin itu juga diketahui penyaluran fee dibagikan kepada 25 anggota dewan, bukan 22 anggota dewan seperti dakwaan terdakwa Robi Okta Fahlevi.
Penyerahan fee dilakukan di beberapa lokasi, diantaranya di ruang workshop Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Muara Enim, di kantor seketariatan partai, di gor Pancasila, di hotel Muara Enim, di halaman rumah makan di Muara Enim, di halaman DPRD Muara Enim melalui supir kalangan dewan tersebut, di rumah pribadi dewan di Muara Enim, di SPBU Pertamina jalan lintas Palembang-Muara Enim.
“Fee ada juga diberikan sebelum Pileg, ada di tanggal 15 April, dua hari sebelum pencoblosan dan ada juga setelah Pileg,” ucap Elfin.
Kasus ini terkuak atas operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 2 September lalu. Pada operasi ini, KPK mengamankan terdakwa Robi Okta Fahlevi, Bupati Muara Enim, Ahmad Yani dan dua pegawai PUPR Muara Enim, diantaranya Elfin yang menjabat sebagai kepala seksi (Kasi) jalan di Dinas PUPR Muara Enim. Kasus dugaan gratifikasi yang menjadi dana aspirasi kalangan legislatif ini mengharuskan pihak rekanan menyerahkan fee sebesar 15% dari nilai proyek.
Dalam sanggahannya, terdakwa Robi menyatakan tidak mengetahui persis aliran fee yang mencapai angka Rp12 miliar. Seluruh uang gratifikasi diberikan satu pintu langsung kepada Elfin, Kepala Dinas PUPR, Ramlan dan Bupati Ahmad Yani.