Jakarta, Gatra.com - Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sembilan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2014-2019. Meraka dipanggil terkait kasus suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Kesembilan anggota DPRD tersebut adalah Indra Gani, Hendly Hadi, Faizal Anwar, Muhardi, Ahmad Fauzi, Verra Erika, Agus Firmansyah, Subahan, dan Piardi. "Mereka dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi tersangka AY (Ahmad Yani)," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (3/12).
Sebelumnya KPK telah menetapkan tiga orang tersangka baru dalam kasus suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan mengatakan kasus ini terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Muara Enim yang semestinya bisa dimanfaatkan masyarakat secara maksimal tanpa harus 'dipotong' setoran suap pada kepala daerah.
"KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu sebagai pemberi PT Enra Sari, ROF (Robi Okta Fahlefi). Sebagai penerima Bupati Kabupaten Muara Enim AYN (Ahmad Yani), dan Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim EM (Elfin Muhtar)," kata Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Selasa malam (3/9).
Menurut Basaria dalam OTT ini KPK mengamankan uang US$35.000 yang diduga sebagai bagian dari fee 10% yang diterima Bupati Ahmad Yani dari Robi Okta Fahlevi. "Setelah melakukan pemeriksaan awal, dilanjutkan gelar perkara, dalam batas waktu 24 jam maka disimpulkan adanya tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek pekerjaan dilingkungan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim," ujar Basaria.
Atas perbuatannya, Robi Okta Fahlevi yang diduga sebaai pemberi disangka telah melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Ahmad Yani dan Elfin Muhtar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.