Pekanbaru, Gatra.com - Tim Gabungan Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau dan Jaksa Bali menangkap terpidana kasus korupsi penjualan tiket Garuda Indonesia di Kota Pekanbaru, Tutin Apriyani.
Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo mengatakan, perempuan 47 tahun itu ditangkap di rumahnya di Perumahan Puri Indah, jalan Sudirman, Pekanbaru, Senin (2/12) sekitar pukul 06.00 Wib.
"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor: 2121/K/Pid.Sus/2016 tanggal 26 Juli 2017. Dalam putusan MA itu, TA (Tutin) harus menjalani hukuman 1 tahun penjara," terang Raharjo. Dia ditemani Jaksa dari Kejati Bali.
Tutin merupakan mantan karyawan PT Garuda Indonesia. Dia sempat dibebaskan demi hukum lantaran masa penahanannya sudah habis. "Setelah dibebaskan, TA pulang ke Pekanbaru," katanya.
Tapi belakangan, Mahakamah Agung justru menjatuhkan vonis 1 tahun penjara. Inilah yang membikin kejaksaan memburu dan kemudian terendus kabar bahwa Tutin ada di Pekanbaru.
"Dari nomor telepon yang bersangkutan, memang aktifnya di rumah itu (Perumahan Puri Indah)," kata Raharjo.
Setelah ditangkap kata Raharjo, Tutin dibawa ke Bali untuk menjalani masa hukuman. "Jaksa eksekutor pada Kejaksaan Negeri Denpasar membawa terpidana ke Denpasar untuk pelaksanaan eksekusi putusan (MA)," ujarnya.
Tutin Apriyani terlibat korupsi pengadaan tiket bersama dua rekannya, Suhaimin Nidhom, dan Anak Agung Istri Wahyuni, karyawan DPSDK GA PT Garuda Indonesia, Bandara Ngurah Rai, Bali. Korupsi itu terjadi pada sekitar September 2005 hingga Maret 2006.
Perbuatan itu bermula saat menerima kedatangan 15 orang penumpang Continental Airline rute Guam (Amerika Serikat), Denpasar-Jakarta. Mereka transit di Denpasar lantaran Continental Airline tidak punya rute ke Jakarta.
Berdasarkan multilateral Interline Traffic Agreement antara Continental Airline dan Garuda Indonesia, maka penumpang diangkut dengan pesawat Garuda tapi tetap menggunakan tiket Continental.
Dalam perjalanannya, terpidana dan rekannya melakukan exchange, MCO dan refund. Padahal mestinya, tiket yang dikeluarkan mendapat persetujuan dari kantor yang mengeluarkan tiket Continental, tapi itu tidak dilakukan.
Tutin mendapatkan uang dari exchange tiket dan penerbitan MCO balance dari kelompok masing-masing penumpang sebesar Rp14,3 juta. Uang itu dikumpulkan dan dibagi rata untuk kepentingan pribadi.
Akibat perbuatan itu, Tutin dan kawan-kawan dianggap melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat(1) huruf b Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomorb20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.