Jakarta, Gatra.com - Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bustanil Arifin menilai harga pembelian gabah dan beras yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah terlalu rendah. Hal ini membuat Perum Badan Usaha Logistik (Bulog) kesulitan menyerap gabah dari petani.
"Kalau perlu ditingkatkan lebih tinggi. Lebih mengikat perpres karena inpres hanya perintah presiden ke bawahannya," ujarnya kepada awak media di Hotel Aston at Kuningan, Jakarta, Jumat (29/11).
Bustanul berpendapat, di awal kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf merupakan momen tepat untuk menerbitkan peraturan baru. Terutama mengenai harga gabah dan beras sekaligus mereposisi ulang posisi Bulog.
"Lebih baik sekarang saat bulan madu [masa awal] kabinet. Menurut saya [ini lebih baik] daripada di tengah-tengah [saat] muatan politiknya besar," ujarnya.
Bustanul mengatakan, pemerintah memiliki hak prerogatif untuk menentukan peran Bulog berada di bawah Badan Pangan Nasional untuk sekadar diberi penugasan, diperbesar, atau diperkecil. Namun, ia menolak usulan yang ingin mengembalikan Bulog menjadi Badan Negara seperti yang terjadi sebelum tahun 2003. Ia beralasan terlalu banyak penyimpangan yang terjadi saat itu.
"Direposisikan oke, tetapi jangan beri tugas banyak. Kalau dikembalikan, menurut saya enggak baik. Kita reposisi bulog jadi operator saja. Regulator kredibilitasnya harus terjaga," tuturnya.
Bahkan, Ia mengusulkan tidak hanya Bulog yang diberikan penugasan pangan oleh negara, melainkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pangan lain juga dilibatkan.
"Kalau menjadi LPND [Lembaga Pemerintah Non Departemen], saya khawatir governance-nya [tata kelolanya] bermasalah," katanya.