Kerusuhan yang menghanguskan kota-kota Iran dipicu sentimen ekonomi dan politis. AS, Israel, dan Arab Saudi dituding menunggangi kerusuhan ini.
-------------
Pejman Gholipour berbelanja baju untuk perkawinan abangnya di kota Karaj, 50 kilometer di tenggara Teharan, pada Senin, 18 November lalu. Dia terperangkap dalam kerusuhan memprotes kenaikan harga bahan bakar minyak, dan peluru pihak keamanan menghentikan langkah remaja yang baru berusia 18 tahun itu untuk selamanya.
Kisah nahas Gholipour diangkat laman The New York Times berdasarkan twit wartawan Iran Yasin Namakchian. Gholipour adalah satu dari puluhan korban tewas dalam kerusahaan yang berlangsung di seluruh negeri sejak Jumat dua pekan lalu.
Kerusuhan paling mematikan dalam satu dasawarsa terakhir di Iran ini awalnya adalah protes damai. Situasi berubah menjadi gerakan menentang sistem pemerintah negara. Pihak keamanan yang dimobilisasi menghadapi perusuh dengan kekerasan.
Aksi meluas ke seluruh negeri. Kota-kota berubah menjadi kawasan “perang”. Kantor bank, markas polisi, dan mobil-mobil dibakar. Toko-toko dijarah. Pecahan kaca dan puing-puing memenuhi jalan. Gedung menghitam terbakar dengan jendela bolong.
Di kota Shiraz, 932 kilometer di selatan Teheran, kerusuhan berlangsung sengit. Menurut Wali Kota Shiraz, infrastruktur transportasi dirusak dan tiga hypermarket Refah juga dijarah.
Pemerintah dituding menggunakan peluru tajam untuk membubarkan dan mengintimidasi perusuh. Pemerintah juga mematikan internet yang menyebabkan informasi tentang kerusuhan. Tidak hanya itu, respons pihak keamanan dinilai lambat.
Amnesty International mengatakan, sedikitanya 106 orang tewas. Pemerintah membantah angka itu sembari menyodorkan versinya, yaitu 12 orang tewas. Mengutip data pengadilan Iran, BBC melaporkan setidaknya 100 pemimpin pengunjuk rasa ditahan oleh Garda Revolusi.
Salah seorang komandan senior Korps Garda Revolusioner Islam mendesak pengadilan Iran memberikan hukuman sekeras-kerasnya pada mereka yang terlibat dalam kerusuhan mematikan itu.
“Kami menangkap semua ‘tentara bayaran’ yang secara terbuka mengaku bahwa mereka melakukan pekerjaan ‘tentara bayaran’ untuk Amerika, dan insya Allah sistem peradilan negara akan memberi mereka hukuman maksimal,” kata wakil komandan IRGC, Laksamana Muda Ali Fadavi, sebagaimana dilaporkan oleh Al Jazeera pada Senin, 25 November lalu.
Tentara bayaran adalah istilah yang disematkan pihak keamanan pada para perusuh.
Hakim Agung Iran, Ebrahim Raisi, dalam pidatonya di Teheran memperingatkan konsekuensi yang menunggu para demonstran yang melakukan kekerasan. “Mereka yang dalam beberapa hari terakhir menyalahgunakan situasi dan keprihatinan rakyat, memicu kerusuhan di masyarakat, menciptakan rasa tidak aman, membuat hati para wanita dan anak-anak gemetar, menyerang properti umum, serta menjarah barang-barang orang. Mereka dan para atasan mereka harus tahu bahwa hukuman berat sedang menunggu mereka,” ujarnya.
Kemarahan warga Iran dipicu oleh tekanan hidup yang semakin sulit. Barang-barang kebutuhan pokok semakin mahal. Harga telur, misalnya, naik hingga 40% dalam enam bulan terakhir. Pemerintah juga membatasi anggaran untuk kesejahteraan warga. Warga yang protes meminta pemerintah untuk fokus pada masalah domestik dan melupakan intervensi di luar negeri yang boros biaya.
Situasi ekonomi di Iran memburuk sejak AS menerapkan sanksi ekonomi pada 2018. Ekspor minyak Iran lumpuh dan nilai mata uang rial ambruk. Jumlah pengganguran mencapai 12,4% dari 80 juta penduduk Iran. Pengganguran di kelompok usia muda bahkan mencapai 40%.
Inflasi, kenaikan harga dan turunnya daya beli meningkat drastis sepanjang tahun ini. Rata-rata inflasi sejak 1957 kurang dari 15%. Pernah mencapai rekor tertinggi pada Mei 1995, yaitu 59%. Pada 2018, inflasi naik tajam menjadi 30,5 %. Pada akhir tahun ini, inflasi diprediksi mencapai 40,4%.
Ali Fathollah-Nejad, peneliti di Harvard Iran School Project, mengatakan bahwa protes tersebut dimotivasi oleh ekonomi dan politik. “Kebijakan ekonomi Rouhani telah gagal,” katanya kepada The Gulf.
Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Janji-janji Rouhani untuk merevitalisasi perdagangan dengan dunia luar yang mengalir ke Iran, menurut Nejad, belum terwujud. “Kami melihat banyak masyarakat strata bawah frustrasi. Jadi ada ketidakpuasan yang membara di bawah permukaan yang sekarang muncul,” ujarnya.
Presiden Iran Hassan Rouhani membela diri soal kebijakannya menaikkan harga BBM. Menurutnya, pemerintah menaikkan BBM untuk kepentingan rakyat dan membantu masyarakat strata bawah dari tekanan ekonomi.
Dari hitungan pemerintah, kebijakan kenaikan harga BBM dan pembatasan pembelian bahan bakar akan menghemat 300 triliun rial (sekitar Rp127 triliun) per tahun. Angka itu disampaikan Kepala Badan Perencanaan dan Anggaran Negara Mohammad Bagher Nobakht di televisi pemerintah.
Pemerintah Iran akan memberikan subsidi langsung kepada kelompok masyarakat bawah. Bantuan berkisar dari 550.000 rial (Rp232.000) untuk pasangan dan lebih dari 2 juta rial (Rp850.000) untuk keluarga yang terdiri dari lima atau lebih anggota. Bantuan ini akan disalurkan dalam beberapa hari mendatang.
Selain itu, Rouhani mengklaim bahwa kerusuhan telah berhasil diredam. Sambungan internet sudah kembali. Kehidupan kembali terlihat normal dan pemerintah meminta warga beradaptasi dengan situasi baru.