Pekanbaru, Gatra.com --- Keinginan Riau menjadi pilot project penerapan bahan bakar biodiesel (B30) tampaknya bakal dipengaruhi sejauh mana Ahok bisa melakukan pekerjaanya di Pertamina. Kepada Gatra.com, Anggota Komisi VI DPR RI,Idris Laena, mengungkapkan penunjukan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina, memiliki kaitan dengan program nasional optimalisasi biodiesel.
"Nah, untuk meningkatkan penyerapan B30, Pertamina selaku end user harus dibenahi. Jangan sampai kita memproduksi B30 sementara impor solar jalan terus dan meningkat. Padahal program B30 tujuanya menurunkan impor. Masuknya Ahok diharapkan bisa melakukan pembenahan Pertamina," jelasnya kepada Gatra.com, Jum'at (29/11) .
Laena menambahkan, jika Ahok berhasil melakukan pembenahan pada Pertamina, peluang untuk menjadikan Riau sebagai pilot project bahan bakar biodiesel terbuka lebar. Hal ini sejalan dengan status Riau sebagai sentra produksi Kelapa Sawit terbesar di Indonesia. Sebagai gambaran, berdasarkan data lansiran Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian, produksi Kelapa Sawit di Riau tahun 2018 mencapai 8,5 juta ton. Sementara estimasi produksi untuk tahun 2019 mencapai 8,8 juta ton.
Bukan hanya itu, terdapatnya fasilitas kilang minyak Pertamina di Dumai, maupun keberadaan kawasan pertambangan minyak seperti Blok Rokan, turut mendukung posisi Riau sebagai pilot project B30.
"Arahnya bisa jadi kesana. Selama ini gaung biodiesel (varian B20) itu tidak terdengar lantaran serapanya juga minim. Sehingga ini berimbas kepada niat untuk mengembangkan bisnis (hilirisasi). Kalau nanti serapan B30 ini terasa,maka dengan sendirinya ada hilirisasi di Riau," ungkap politisi yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR ini.
Sebelumnya, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau, Indra Agus Lukman,menyebut jajaran Gubernur dan Walikota serta Bupati di Riau, berharap agar Jakarta menjadikan Riau sebagai pilot project kebijakan B30.
Laena sendiri menekankan pentingnya konsitensi pemerintah dan pemangku kepentingan lainya dalam menyerap B30. Pasalnya, B30 menjadi solusi strategis menyikapi ketahanan energi nasional. Sebut legislator asal Riau itu, saat ini setiap harinya Indonesia membutuhkan 1,5 juta barel minyak bahan bakar minyak perhari. Sedangkan, kemampuan produksi minyak Republik tidak sampai 800 ribu barel perhari. Konsekuensi logisnya impor minyak menjadi tidak terelakkan.
"Singkat kata,dengan memproduksi B30 ketergantungan impor bakal bekurang. Masalahnya kalau itu di produksi sementara impor oleh Pertamina jalan terus kan susah. Jadi end user memang harus dibenahi," katanya.
Adapun, Wakil Presiden Indonesia, Ma'ruf Amin, belum lama ini mengungkapkan pemerintah sedang mempersiapkan implementasi kebijakan B30 yang bakal dimulai tahun depan.
"B30 yang diterapkan awal Januari 2020 dapat menyerap tambahan konsumsi sekitar 3 juta ton minyak sawit sepanjang 2020. Untuk memperkuat pasar domestik, akan dilakukan dengan penggunaan CPO langsung untuk pembangkit PLN serta pengembangan green fuel, yaitu green gasoline dan green avtur," jelasnya.