Home Ekonomi Dana Bagi Hasil “Bedah Kertas”, Sumsel Mengaku Merugi

Dana Bagi Hasil “Bedah Kertas”, Sumsel Mengaku Merugi

 

Palembang, Gatra.com – Alokasi Dana Bagi Hasil yang diperuntukkan daerah dinilai belum transparan dan jelas. Provinsi Sumsel merasa rugi atas kebijakan Kementrian Keuangan tersebut.

Diungkapkan Gubernur Sumsel, Herman Deru, ia cukup terkejut dengan istilah yang digunakan pihak Direktorat Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan yang menyebut perhitungan dana bagi hasil kertas baru akan diperbaiki, sehingga pada tahun-tahun sebelumnya menggunakan perhitungan perkiraan yang disebut dengan istilah bedah kertas. Kondisi ini dinilai merugikan Provinsi Sumsel sebagai daerah penghasil tambang yang tergolong tinggi,

“Katanya tadi baru bedah kertas, saya juga sempat bingung. Rumusan insentif komoditas seperti minyak, gas dan batubara baru akan diperbaiki. Sepajang tahun ini, kemana saja (Direktorat Perimbangan Keuangan),” ujar Herman Deru di Palembang, Kamis (28/11) kemarin.

Menurut Deru dengan sistem seperti itu, Sumsel tentu menuntut sistem yang lebih jelas dan transparan. Apalagi dana bagi hasil merupakan salah satu pendapatan yang diharapkan mampu meningkatkan kesejateraan masyarakat terutama visi dalam menekan angka kemiskinan hingga satu digit.

“Silakan diperdalam informasi itu kepada Direktur Perimbangannya, pak Putut. Bagaimanapun, Sumsel minta kongkretnya apa untuk sistem dan upaya perbaikan ini,” sambungnya.

Kementrian Keuangan berjanji akan memperbaiki sistem dengan rumusan insentif yang lebih jelas, baik itu teruntuk minyak dan gas (migas), dan batubara. “Rumusan insentif komoditas itu loh yang Provinsi, Kabupaten/Kota minta,” sambung Deru.

Perbaikannya, pemerintah pusat akan memformulasikan data berdasarkan jenis komoditas yang ditambang di Sumsel. “Jika dahulu, sistemnya menggunakan perkiraan, setiap jenis komoditas tambang yang mengalami peningkatan akan ditambah saja berdasarkan data sebelumnya. Itu yang membuat Sumsel merugi,” tegasnya.

Belum lagi, kata Herman Deru, pembagian pajak yang sebagian besar perusahaan induknya berada di luar Sumsel sehingga alokasi atas pajak bukan untuk Provinsi Sumsel. “Permasalahan lainnya yakni perusahaan besar dengan NPWP banyak bukan beralamat Sumsel, mana lagi perolehan PBB Perkebunan seluruhnya bagi pemerintah pusat, padahal infrastuktur jalan yang digunakan di perkebunan banyak berstatus kewenangan pemerintah daerah,” terangnya.

 

 

180