Jakarta, Gatra.com - Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sekar Putih Djarot mengatakan, kinerja di sektor jasa keuangan hingga akhir November 2019 tetap terjaga, bahkan terus mengalami pertumbuhan. Meski saat ini pertumbuhan ekonomi global masih tertekan.
"Kami menilai, stabilitas sektor jasa keuangan akhir November dalam kondisi terjaga dengan intermediasi sektor jasa keuangan tetap tumbuh positif. Profil risiko industri jasa keuangan juga terpantau terkendali di tengah pelambatan ekonomi global," katanya di acara Ngobrol Santai (Ngobras), di Gedung OJK, Jakarta, Jumat (29/11).
Sekar menjelaskam, hingga 26 November 2019, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp155 triliun, serupa dengan level penghimpunan dana pada 2018. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut tercatat sebanyak 48 perusahaan, dengan pipeline penawaran sebanyak 61 emiten dan total indikasi penawaran sebesar Rp22,8 triliun.
Begitu juga dengan pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, yang mana, hingga Oktober 2019 profil resiko keuangannya masih terkendali. Rasio NPL itu, kata Sekar, terpantau meningkat tipis menjadi sebesar 2,73 persen, dengan NPL net sebesar 1,21 persen, namun masih jauh di bawah threshold. Sedangkan untuk rasio NPF, tumbuh sekitar 2,5 persen dari bulan sebelumnya, dengan NPF net 0,44 persen.
"Sementara utuk resiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,52 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan," jelas Sekar.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan juga berada pada level yang memadai. Hingga periode yang sama, liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing tumbuh sebesar 199,14 persen dan 87,83 persen, jauh di atas threshold.
Untuk permodalan lembaga jasa keuangan, menurut Sekar, masih terjaga stabil pada level yang tinggi, dengan Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 23,54% persen. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing scbesar 705% dan 329%. jauh di atas ambang batas ketentuan.
Kinerja postif itu, lanjut Sekar, terjadi karena kebijakan douish yang dikeluarkan oleh beberapa bank sentral di negara maju. Dengan adanya kebijakan-kebijakan itu, memberikan pengaruh positif terhadap likuiditas global, terutama emerging markets, termasuk Indonesia.
"Kinerja positif ini, tidak lain adalah karena kebijakan-kebijakan yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh bank-bank sentral," katanya.