Jakarta, Gatra.com - Kantor pajak kini bisa langsung mengakses data informasi rekening dengan saldo di atas Rp1 miliar. Wewenang inilah yang dimanfaatkan otoritas pajak untuk memperluas basis Wajib Pajak (WP).
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan, hal ini sudah sesuai Undang-undang. Sebagaimana diatur dalam Perppu 1/2017 yang kemudian disahkan menjadi UU No 9/2017 bahwa Ditjen Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dan berwenang meminta informasi/bukti/keterangan dari lembaga jasa keuangan.
Ada dua hal yang diatur. Pertama, tujuan internasional sebagai prasyarat dan komitmen Indonesia dalam inisiatif global tentang pertukaran informasi otomatis (AEOI). Kedua, kewajiban Lembaga Jasa Keuangan (LJK) melaporkan informasi keuangan nasabah ke Ditjen Pajak, termasuk yang disimpan di LJK dalam negeri.
"Yang wajib dilaporkan adalah rekening milik orang pribadi dengan agregat saldo Rp1 miliar (antarnegara ambang batasnya US$250 ribu), dan rekening milik entitas tanpa batasan saldo," kata Yustinus ketika dihubungi Gatra.com, Jumat (29/11).
Ia menambanhkan, sistem perpajakan seperti ini perlu dilakukan. Alasannya, sudah sekian lama sistem perpajakan Indonesia tumpul dan mandul, disebabkan oleh keterbatasan akses terhadap data keuangan.
Padahal logika pemungutan pajak adalah profiling, yakni mengetahui “siapa melakukan apa” dan “siapa memiliki apa”. "Buktinya, simak saja data amnesti pajak. Hampir 80% harta deklarasi atau sekitar Rp3.700 triliun berasal dari dalam negeri, dan 60% di antaranya adalah aset keuangan," ujarnya.
Dengan kata lain, pekerjaan rumah kita adalah membangun sistem perpajakan yang memiliki akses luas (transparan) sekaligus menghasilkan tambahan penerimaan yang signifikan (akuntabel). Dalam negara demokratis, di hadapan otoritas pajak tidak ada kerahasiaan (secrecy), karena akan menciderai rasa keadilan publik. Namun konstitusi memberi jaminan perlindungan data pribadi (privacy) dari penyalahgunaan.
Alasan lainnya mengapa akses ini dibutuhkan, yaitu karena selama ini banyak yang belum patuh pajak sehingga kerahasiaan justru menciptakan ketidakadilan bagi yang sudah patuh. "Yang akan terus dikejar ya yang sudah patuh dan ada di dalam sistem," ungkapnya.
Maka, perluasan akses ini justru akan memberi keadilan sekaligus meningkatkan penerimaan negara secara signifikan untuk membiayai pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat luas.