Home Milenial Lulusan Sekolah Dikeluhkan, Nadiem: 6C Belum Jadi Fokus

Lulusan Sekolah Dikeluhkan, Nadiem: 6C Belum Jadi Fokus

Jakarta, Gatra.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menilai lulusan sekolah dan perguruan tinggi kerap dikeluhkan di dunia kerja, karena dianggap kurang memiliki kemampuan komunikasi, kurang mampu kolaborasi, kurang disiplin, tidak tepat waktu, dan tidak mampu membuat keputusan secara mandiri.

Menurutnya, hal ini ditemui dalam semua sektor pekerjaan, padahal, soft skill yang 'hilang' tersebut sangatlah penting bagi produktivitas ekonomi.

Nadiem berpendapat semua itu disebabkan belum fokusnya pengembangan 6C yaitu creativity (kreativitas), colaboration (kerka sama), communication (komunikasi), compassion (kasih sayang), critical thinking (berpikir kritis), computational logic (logika komputasi) dalam sistem pendidikan Indonesia.

"Semuanya C ini kita tahu di dunia nyata penting. Apakah jadi fokus dalam pembelajaran yang terjadi di universitas kita, sekolah kita, SD kita sampai PAUD? Ya, apa tidak? Jawabannya tidak terlalu," katanya dalam acara Kompas 100 CEO Forum, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (28/11).

Nadiem mengatakan sistem pendidikan harus digeser untuk mengakomodir 6 C tadi, yaitu mengembangkan kreativitas para anak didik. Standarisasi dan birokratisasi pendidikan yang selama ini dijalankan, membuat anak-anak meninggalkan 6 C tadi.

"Makanya arahan presiden lakukan deorganisasi, yakni mengurangi aturan organisasi dan tingkatkan SDM (sumber daya manusi). Caranya kita buat fleksibilitas dari kurikulum dan sekolah tersebut," katanya.

Menurutnya, kondisi pendidikan Indonesia sangatlah beragam, sehingga standarisasi malah membawa dampak buruk. Anak didik yang tertinggal akan semakin tertinggal.

"Yang mengikat perubahan ini harusnya merdeka belajar. Siapa yang merdeka? Semua instansi dalam sistem pendidikan kita. Dosen merdeka dari kelembagaan perguruan tinggi, maka siswa merdeka dari lembaga perguruan tinggi," terangnya.

Nadiem menganggap semua itu tidak dapat dicapai dalam waktu 5 tahun, melainkan membutuhkan waktu 10-15 tahun. Anggaran yang dikucurkan untuk pendidikan hanya sebagai pemicu gerakan tersebut.

"(Apabila) Masyarakat, swasta, guru, dan orang tua tidak masuk pergerakan ini maka misi ini gagal. Kalau guru dan orang tua tidak bergerak dulu, maka program akan gagal. Dimana dibutuhkan gerakan bukan hanya kebijakan karena Kemendikbud hanya fasilitasi," katanya.

10507

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR