Jakarta, Gatra.com - Isu kekosongan stok obat antiretroviral (ARV) bagi penyintas HIV atau ODHA dibantah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Anung Sugihantono mengatakan, pemerintah selalu menyediakan obat ARV sesuai kebutuhan.
"Ya kami kan mengestimasi ODHA ini sebesar 640.443. Sementara yang dilaporkan sampai dengan Juni 2019 baru sebanyak 349.882 atau sekitar 60,7%. Namun, kami selalu berkomitmen untuk terus menyediakan ARV yang harus diminum setiap hari oleh para ODHA," katanya saat ditemui dalam acara di kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).
Di samping itu, masih terbatasnya fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di daerah menghambat pendistribusian obat ARV. Bahkan, ribuan puskesmas di beberapa wilayah di luar Jawa belum memiliki layanan untuk melakukan skrining hingga pengobatan terhadap penyintas HIV/AIDS.
"Semua rumah sakit di 514 kabupaten/kota sudah bisa melayani, tetapi tidak semua puskesmas melayani. Dari sekitar 10 ribu puskesmas, kira-kira hanya 2 ribu saja yang melayani HIV. Kalau di luar Jawa kan jauh-jauh jaraknya. Kemudian, syarat untuk membuat layanan itu harus dilatih dokternya, perawatnya. Jadi tidak gampang juga," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PL), Wiendra Waworuntu.
Wiendra menambahkan, akses obat ARV dari pusat ke kabupaten/kota sebenarnya sudah diatur. Hal ini menjadi tanggung jawab dinas kesehatan di masing-masing wilayah. Pemerintah daerah harus ikut berkontribusi mendukung ketersediaan obat ARV di wilayah mereka.
"Tidak semua puskesmas melayani HIV. Namun, pasti ditentukan oleh dinas kesehatan setempat. Obatnya itu sangat dijaga banget," imbuhnya.