Semarang, Gatra.com - Mungkin bagi sebagian orang uang 200 ribu tak berarti apapun. Tapi, bagi Susilowati guru Madarasah Ibtidaiyah TPQ Raudlotul Quran, uang Rp200.000 ialah bukti baktinya selama 10 tahun sebagai seorang guru.
"Allhamdulilah sekarang gaji sebulan Rp200.000. Allhamdulilah sekali," katanya saat ditemui Gatra.com, Rabu (27/11).
Dengan gaji sebesar itu, ia tetap merasa ikhlas dan bersukur. Sebab, menjadi guru adalah sebuah pengabdian, sebab menjadi guru adalah bentuk dari keikhlasan.
"Kalau dibilang tidak cukup, ya memang tidak cukup. Tapi mau bagaimana lagi. Saya menyayangi profesi ini. Saya mencintai profesi ini. Ini adalah sebuah bentuk pengabdian," ujarnya.
Menurutnya, ada kebahagiaan tersendiri dalam dirinya ketika melihat anak didiknya berhasil atau tumbuh menjadi anak yang pintar. "Sekarang yang penting anak anak Indonesia pintar dulu, rajin dulu, sopan dulu dan memiliki karakter yang baik," ujarnya.
Senasib dengan Susilowati, Huda guru honorer di Madarasah Ibtidaiyah Hidayatul Tholibin, juga mengalami hal yang sama. Lelaki ini hanya menerima gaji Rp300.000 per bulannya.
"Berat sekali di awal, saya bahkan mau nyerah saja rasanya karenda tidak kuat dengan gaji segitu. Tapi mau bagaimana lagi ini adalah sebuah bentuk pengabdian, saya tidak akan menyerah," tambahnya.
Dibalik perjuangannya, mereka berdua berharap pemerintah memberikan perhatian bagi guru non ASN sepertinya. Sebab, ia juga memiliki tanggung jawab dan peran yang sama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Saya cuma pengin guru guru seperti saya lebih diperhatikan lagi oleh pemerintah. Semoga bisa naik gajinya," ucapnya.