Depok, Gatra.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristek/BRIN Muhammad Dimyati mengakui hingga kini belum banyak paten terdaftar yang dimanfaatkan pelaku industri. Selama ini yang paten yang sudah didaftarkan pun hanya menjadi sekadar ‘paten’, yang hilirisasi ke industrinya belum bisa dimanfaatkan secara baik dan tepat guna.
Padahal paten menjadi sesuatu yang sangat penting bagi seorang peneliti, karena bisa melindungi hasil penelitian karena memiliki hak eksklusif. Para peneliti didorong untuk fokus pada paten yang produktif dan berpotensi dimanfaatkan oleh industri.
"Sekarang ya paten sekadar paten saja. Ada patennya tapi tidak dimanfaatkan industri, sehingga, paten yang sebetulnya ada banyak yang terlisensikan, tapi yang digunakan untuk industri sangat sedikit. Padahal kita itu berharap patennya yang sedikit itu, tetap produktif,” katanya Dimyati di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Rabu (27/11).
Dimyati mengatakan saat ini terdaftar ada sekitar 2.842 paten. Namun pemanfaatan jumlah paten yang boleh dikatakan terbanyak se Asia Tenggara, itu justru tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, utamanya pelaku industri.
Untuk mengatasi jurang besar antara jumlah paten yang banyak dan penyerapan ke dunia Industri, lanjut Dimyati, pihaknya akan membuat kerjasama dengan industri terkait pelaksanaan penelitian yang nanti akan dipatenkan. Semua itu, untuk menyelaraskan hasil paten dengan kebutuhan industri yang ada di Indonesia.
"Kita harus bekerjasama dengan Industri. Misal, kita rencanakan dari awal penelitian melibatkan pihak industri dan memungkinkan agar hasilnya bisa dimanfaatkan oleh industri ke depannya," ujar Dirjen Kemenristek/BRIN tersebut.
Sebelumnya, Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro menyebut, saat ini ada gap antara jumlah paten peneliti Indonesia yang terdaftar di WIPO (World Intellectual Property Organization) atau Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual Dunia Indonesia, yang sudah mencapai 2.842 paten dengan lisensi dari industri.
"Dari data itu, seperti ada gap yang sangat besar. Antara jumlah paten yang didaftarkan dengan (penggunaan) lisensi paten tersebut," kata Bambang di Jakarta, Senin (25/11).
Padahal lanjut Bambang, dari paten tersebut peneliti bisa mendapatkan pemasukan dari royalti atas penggunaan lisensi paten miliknya. Paten juga harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar.