Slawi, Gatra.com - Sejumlah warga yang tinggal di sekitar sungai Maribaya, Desa Maribaya, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah mengeluhkan kondisi sungai yang diduga tercemar limbah pabrik sarden. Limbah menyebabkan warna sungai menjadi merah dan berbau tak sedap.
Pantauan Gatra.com Selasa (26/11), air sungai yang bermuara ke laut Pantai Utara Jawa itu berwarna merah pekat. Bau tak sedap dari arah sungai sudah menyengat hidung sejak dari radius sekitar 100 meter.
Sungai yang merupakan anak sungai Cacaban tersebut berada di perbatasan Desa Maribaya dan Desa Sidaharja. ?Di wilayah Desa Maribaya, terdapat sekitar 10 kepala keluarga (KK) yang tinggal di sekitar sungai.
Salah satu warga Desa Maribaya yang tinggal di dekat sungai, Siswanto (48) mengatakan, bau yang disebabkan pencemaran sungai tersebut cukup mengganggu aktivitas sehari-hari warga.
"Pas muaranya belum dikeruk lebih parah baunya. Kalau sekarang lebih mendingan, tidak terlalu parah," katanya, Selasa (26/11).
Warga lainnya, Ipah (45) mengungkapkan kondisi sungai yang berwarna merah dan berbau tak sedap selalu terjadi saat musim kemarau di setiap tahun. "Ini sudah satu bulan warnanya merah dan bau. Kalau tidak tercemar ya warnanya jernih," ungkap warga yang sudah tujuh tahun tinggal di Desa Maribaya itu.
Ipah menduga kondisi tersebut disebabkan oleh limbah pabrik yang dibuang ke sungai. Salah satunya adalah pabrik pembuatan sarden yang berada tak jauh dari sungai. "Kadang juga warnanya hijau. Kalau warnanya hijau tidak bau. Tapi kalau merah, bau," tuturnya.
Pabrik pengolahan ikan untuk dijadikan sarden yang berada di sekitar sungai diketahui milik PT Namkyung Korea Indonesia. Saat dikonfirmasi Gatra.com Selasa (26/11), Manajer Produksi PT Namkyung Korea Indonesia, Neni mengakui limbah dari produksi sarden dibuang ke sungai.
Neni mengklaim limbah yang dibuang tersebut sudah melalui proses pengolahan sesuai prosedur yakni menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
"Kami sudah punya IPAL dan ijin pembuangan limbah, IPLC. Jadi sudah sesuai aturan perundang-undangan. Sudah sejak awal pabrik ini berdiri 15 tahun lalu sudah ada IPAL-nya," katanya.
Namun saat ditanya volume limbah yang dibuang ke sungai setiap kali produksi, perempuan berkaca mata itu mengaku tidak mengetahuinya. Dia hanya mengungkapkan satu kali produksi membutuhkan 15 ton ikan. "Kami tidak setiap hari produksi. Kalau ada ikan saja baru produksi," ujarnya.
Saat disinggung kondisi sungai yang berwarna? merah dan baunya tak sedap sehingga dikeluhkan warga, Neni menyebut hal itu karena pengaruh cuaca dan aliran sungai yang terhambat di muara sungai.
"Sekarang ini kan situasinya lagi panas. Belum turun hujan walaupun sudah musim hujan. Tapi kami juga tidak menutup mata. Kami partisipasinya ada dengan mengeruk muara sungai agar aliran dan pembuangannya lancar," ujarnya.