Home Hukum Pemerintah Dituntut Ratifikasi Konvensi Penghilangan Orang

Pemerintah Dituntut Ratifikasi Konvensi Penghilangan Orang

Jakarta, Gatra.com – Paian Siahaan, bapak dari aktivis yang diculik karena menentang Orde Baru, Ucok Munandar, menyebutkan, selama 21 tahun pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat masih belum terlihat hasilnya.

Ia mendorong agar ratifikasi dapat segera terwujud, karena rekomendasi tersebut telah dikeluarkan oleh DPR bahkan sejak 2009. Namun, 10 tahun rekomendasi itu dicetuskan, juga belum memiliki kemajuan yang signifikan.

"Sehingga kami keluarga korban merasakan ada kemauan pemerintah menyelesaikan kasus tersebut. Untuk sekarang ini kita masih menunggu komitmen dari Kementerian Luar Negeri, Kemenkumham dan DPR, untuk segera memenuhi persyaratan melakukan ratifikasi itu," ujar Paian di Hotel AONE, Jakarta, Selasa (26/11).

Sementara itu, Mugianto yang merupakan penyintas sekaligus aktivis yang diculik jelang Sidang Umum MPR, Maret 1998 mengatakan, Konvensi Internasional tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa, merupakan konvensi HAM pertama yang hingga saat ini belum diratifikasi Indonesia.

Ia berharap, agar tidak terjadi penurunan dari kepemimpinan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait pengungkapan kasus penghilangan orang secara paksa. Pasalnya, Mugiono berpendapat, era SBY pernah mengeluarkan ratifikasi, yang pada saat itu tinggal disetujui oleh DPR. Namun sayangnya, pada 2014 fraksi DPR menolak, sehingga proses ratifikasi tidak terwujud.

"Kita ingin pemerintahan Presiden Jokowi hari ini, ada komitmen terkait ratifikasi jadi lebih maju. Kita ingin di sini mempercepat proses ratifikasi. Kita juga akan mengukur kepatuhan Indonesia terhadap HAM karena menjadi anggota dewan HAM PBB. Ini harus dibuktikan agar tidak dianggap sebuah pencitraan, tapi untuk komitmen dan kepatuhan terhadap tanggung jawab internasional terkait ratifikasi penghilangan paksa," ujarnya.

Mugianto menyebutkan, 2020 menjadi target untuk menyelesaikan kasus penghilangan paksa. Menurutnya, penting untuk memastikan Menko Polhukam Mahfud MD ratifikasi ini juga berjalan dengan cepat.

Lebih lanjut, Deputi Koordinator KontraS, Feri Kusuma juga menyayangkan, rekomendasi ratifikasi yang sudah ada sejak lama ini tidak terwujud hingga sekarang. Menurutnya, pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi perlu menunjukkan komitmennya untuk melakukan ratifikasi.

"Ini penting sebagai wujud negara kita negara hukum. Setidaknya bisa mengurangi tindakan yang terjadi pada era sebelumnya agar tidak terjadi di era sekarang. Selain itu, juga sebagai jaminan kepada warga negara agar tidak terjadi kejadian serupa. Inilah urgensi dan pentingnya ratifikasi penghilangan paksa," tegasnya.

Sebagai informasi, empat rekomendasi ratifikasi tersebut, yaitu membentuk pengadilan HAM AdHoc, mencari 13 korban orang hilang pada kasus 97-98, memberikan kompensasi dan rehabilitasi kepada keluarga korban, dan konvensi anti penghilangan orang segera diratifikasi oleh Indonesia.

128