Jakarta, Gatra.com - Direktur Transformasi Proses Bisnis Direktorat Jendral Pajak (DJP), Hantriono Joko Susilo menjelaskan beberapa indikator yang menunjukkan pola perbaikan pembayaran pajak dalam negeri. Indikator-indikator tersebut, yang pertama adalah number of payment, dimana indikator itu memperlihatkan kemudahan pengisian dan pelaporan dari SPT tahunan badan, SPT Masa PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan SPT Masa PPh (Pajak Penghasilan) 21. "Score kita 54 sekarang, 26 (target tahun 2020). Jadi semakin kecil nilainya semakin bagus gitu ya," ujar dia di kompleks Senayan, Jakarta, Senin (25/11).
Indikator kedua ialah time to comply. Indikator tersebut, jelas Hantriono, digunakan untuk menunjukkan waktu yang dibutuhkan wajib pajak (WP) untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Menurut Hantriono, skala indikator ini masih belum berubah sejak tahun 2018 hingga 2019, yaitu sebesar 207,5. Karenanya, pada tahun depan, DJP menargetkan untuk mendapatkan skor sebesar 191, sebab semakin kecil skalanya, semakin bagus penilaian untuk indikator ini. "Ini juga jadi semakin kecil nilainya semakin bagus gitu ya," imbuh dia.
Sementara untuk indikator ketiga, adalah tax and contribution rate. Indikator ini menjabarkan tentang besaran tarif pajak dan kontribusi yang ditanggung oleh wajib pajak dalam berusaha. Hantriyono menyebutkan, perolehan tahun 2019 yang sebesar 30,1 menurun ketimbang 2018 yang mendapat score 30.
Hal itu dikarenakan beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum optimal. "Kebijakan tax rate yang penurunan tarif PPh final untuk WP UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang menjadi 0,5 persen mungkin tidak begitu pengaruh ya. Pada 2018," jelasnya.
Sedangkan untuk indikator terakhir, yaitu post filling index atau indeks tindak lanjut pasca pelaporan pajak mengalami perolehan skor yang stagnan atau sama pada 2018, yakni 68,82. Pada tahun depan DJP menargetkan perbaikan skor diangka 68.
Hal itu pun dijelaskan pula oleh Direktur Jendral Pajak, Suryo Utomo, yang mengatakan bahwa pihaknya akan terus bekerja keras untuk memperbaiki penerimaan pajak yang pada Oktober ini baru mencapai 64,56 persen dari target APBN sebesar Rp1.577 triliun. Disamping itu, pemerintah juga bakal memperbaiki skor pembayaran pajak dimata dunia.
Sebab, kata Suryo, hal ini dapat mempengaruhi peningkatan nilai investasi di dalam negeri, yang karena hal itu pertumbuhan ekonomi Indonesia juga bisa terus meningkat.
"Pemerintah menginginkan EoDB bergerak lebih tinggi lagi. Tidak berhenti dicapaian yang sudah disampaikan. Paling tidak ketika kita bisa perbaiki membuat ranking kita bertambah bagus. Istilah kata yang dilakukan DJP paralel, disamping melakukan pengawasan melalui data," jelas Suryo.
"Ini pekerjaan yang tak akan pernah selesai. Dan itu kita lakukan karena informasi perpajakan kita bergerak terus. Jadi kalau pertanyaan teman-teman tahun ini dan tahun depan mau ngapain? ya sama. Cuman yang jadi fokus cara pendalaman dan pendekatan itu yang berbeda," pungkasnya.