Jakarta, Gatra.com - Anggota Partai Gerindra, Sodik Mudjahid menilai kebijakan enam kementerian dan lima kepala lembaga yang menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pencegahan radikalisme terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) justru mencerminkan kemunduran seperti zaman Orde Baru (Orba). Menurutnya, saat ini seharusnya semangat reformasi mengantar demokrasi agar lebih hebat.
"Ya benar sekali ya. Saya jadi teringat pegawai negeri zaman orde baru. Nanti jangan-jangan, nanti pemilu pun dilaksanakan di kantornya. Sekarang sudah ada gejala begitu. Padahal kita bersemangat reformasi itu menuju alam demokrasi yang lebih hebat, kebebasan berpendapat, kebebasan menentukan sikap, [dan] kebebasan memilih sikap politik," kata Sodik saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (25/11).
Sodik melanjutkan, hal tersebut patut diwaspadai supaya rezim saat ini tidak seperti orba yang terlalu membatasi kebebasan individu. Ia meminta seluruh elemen pendukung demokrasi seperti media dan DPR turut mengawal SKB tersebut.
Anggota Komisi II DPR itu mengatakan, ASN memang harus menjaga profesionalisme. Namun apabila dibatasi, profesionalisme ASN akan terganggu. Hal tersebut juga bertentangan dengan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mereformasi birokrasi.
"Reformasi birokrasi yang ingin kita lakukan itu adalah membuat birokrasi menjadi simpel. Mereka lebih profesional, tetapi juga lebih berani untuk menentukan sikap pendapatnya dalam koridor ASN," tukasnya
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan SKB radikalisme pada 12 November 2019 bersamaan dengan peluncuran portal aduanasn.id. SKB ini ditandatangai oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.
Selain itu, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono, dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto turut mendukung penerbitan SKB radikalisme.
SKB ini memuat aturan yang harus diikuti oleh ASN agar tidak terjerumus dalam paham radikalisme. Selain itu, mengatur pembentukan Satgas Khusus yang menangani ASN yang terindikasi terpapar radikalisme.
Masyarakat juga bisa mengadukan ke Satgas jika ada ASN yang melanggar peraturan. Berikut 11 jenis pelanggaran dalam SKB yang dilansir dari laman Kementerian Agama:
1. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tulisan dalam format teks, gambar, audio, atau video, melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah
2. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tulisan dalam format teks, gambar, audio, atau video, melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan
3. Penyebarluasan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost, dan sejenisnya)
4. Tanggapan atau dukungan sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana angka 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial.
5. Pemberitaan yang menyesatkan secara langsung maupun melalui media sosial
6. Penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan secara langsung maupun tidak langsung melalui media sosial
7. Penyelenggaraan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah
8. Keikutsertaan pada organisasi dan atau kegiatan yang diyakini mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah
9. Penggunaan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah
10. Pelecehan terhadap simbol negara baik secara langsung maupun melalui media sosial; dan/atau
11. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai 10 dilakukan secara sadar oleh ASN.