Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut setidaknya ada empat aspek yang harus diperhatikan jika pemerintah memang memiliki wacana untuk mengevaluasi sistem Pemilu yang sudah ada.
"Pertama dari segi sisi efektivitas kerangka hukum. Apakah kerangka hukum yang ada sudah didesain dan berkontribusi bagi penyelenggaraan pemilu yang demokratis?" kata Titi saat dihubungi Gatra.com di Jakarta, (25/11).
Kedua, lanjut Titi, juga dilihat dari sisi manajemen atau proses penyelenggaraan Pemilu. Apakah manajemen Pemilu di Indonesia sudah berjalan dengan baik dan tidak ada kendala.
“Ketiga dari sisi penyelesaian masalah hukum pemilu. Otomatis, kalau ada masalah terkait hukum Pemilu, harus mampu diselesaikan sehingga hak-hak semua pihak tidak ada yang dicederai,” ujarnya.
Terakhir, lanjut Titi, dari sisi penyelenggaraan Pemilu. Bagaimana kelembagaan penyelenggaraan Pemilu betul-betul berkontribusi bagi penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil dan demokratis.
Belakangan, pemerintah berencana untuk mengevaluasi pemilihan secara langsung.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Arwani Thomafi menyebut salah satu implikasi negatif dari pemilihan secara langsung adalah dominasi pemodal juga politik uang.
Titi mengatakan jika dengan mengganti sistem ke pemilihan tidak langsung, belum tentu menghilangkan tradisi buruk semacam itu. Mahar politik, misalnya, juga akan ditemui dalam sistem pemilihan langsung maupun tidak langsung.
"Mahar politik itu melibatkan siapa? Kan bukan rakyat. Mahar politik itu justru melibatkan institusi partai. Jangan-jangan dengan sistem tidak langsung, praktik ini akan semakin menggila karena yang terlibat adalah kelompok elite yang jumlahnya sangat kecil," ujarnya.
Titi menegaskan pemerintah harusnya mengkaji akar permasalahannya di mana, bukan serta-merta mengganti sistem ke pemilihan tidak langsung.
“Jika transaksi politik melibatkan institusi partai maka, baik sistem pemilihan langsung ataupun tidak langsung, sesungguhnya sama sekali tidak menyelesaikan masalah karena permasalahannya justru ada di institusi partai, yang ternyata bukan bagian dari penyelesaian masalah itu sendiri,” katanya.