Pubalingga, Gatra.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Purbalingga, Jawa Tengah meminta warga mewaspadai masa peralihan musim dari kemarau ke penghujan yang ditandai dengan potensi munculnya cuaca ekstrem di wilayah lereng Gunung Slamet ini. Kepala Pelaksana Harian BPBD Purbalingga, Mochamad Umar Fauzi mengatakan, cuaca ekstrem tersebut berupa hujan lebat disertai petir dan angin kencang. Pada awal penghujan, muncul pula risiko bencana puting beliung. “Kondisi tersebut tentunya dapat memicu pergerakan tanah atau tanah longsor apabila terjadi hujan lebat,” katanya.
Dia menjelaskan, delapan hari terakhir sejak mulainya hujan di wilayah Purbalingga terdapat 52 rumah rusak akibat terjangan angin dan pohon tumbang. 52 rumah tersebut berada di beberapa kecamatan yakni Kecamatan Kutasari, Bojongsari, Kalimanah, Mrebet dan Karanganyar. “Dan korban jiwa yang dirawat di Rumah Sakit sebanyak dua orang akibat kejadian tersebut,” ujarnya.
Menurut dia rapat koordinasi antar instansi penting untuk kesiapsiagaan menghadapi musim penghujan. Koordinasi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mandiri dan sanggup beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana terutama banjir, angin puting beliung dan tanah longsor.
Dia pun mengimbau agar masyarakat Purbalingga sadar resiko bencana. Selanjutnya, dengan pelatihan, warga bisa menjadi masyarakat tangguh bencana. Nantinya masyarakat akan siap saat terjadi bencana serta mampu menekan kerugian harta, nyawa dan kerusakan lingkungan. “Kemudian dengan adanya rakor ini juga untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan seluruh komponen masyarakat yang ada dalam pengelolaan Sumber Daya untuk mengurangi resiko bencana,” jelasnya.
Asisten Pemerintahan dan Kesra, R Imam Wahyudi mengatakan ada yang perlu diperhatikan dalam pengembangan konsep pengurangan resiko bencana di Kabupaten Purbalingga. Yang perlu diperhatikan yakni membangun sistem komunikasi dan peringatan dini. Masyarakat juga harus mampu menyusun rencana komunikasi sesuai kondisi desanya. “Kedua, masyarakat mampu memperkirakan datangnya ancaman dan memberikan tanda siaga manakala terjadi bencana,” jelasnya.
Masyarakat harus mampu menginformasikan risiko yang mungkin ditimbulkan akibat ancaman yang terjadi pada musim penghujan. Masyarakat harus mampu menyusun strategi untuk meredam kehilangan atau kerusakan yang mungkin terjadi. “Di sinilah peran pemerintah dan stake holder terkait kebencanaan untuk bisa menterjemahkan informasi teknis menjadi informasi yang mudah diterima warga dan memberikan pemahaman kepada masyarakat sehingga dapat bertindak tepat dan cepat pada saat yang tepat pula,” kata Imam.