Palembang, Gatra.com - Kasus dugaan gratifikasi yang menyeret bupati Muara Enim non aktif, Ahmad Yani berhubungan dengan dana aspirasi kalangan legislatif kabupatennya. Sebagai wakil rakyat yang dipilih atas kepentingan rakyat, dana aspirasi kalangan dewan dinilai sering dan rawan salah kaprah.
Praktisi hukum dan politik Sumsel, Mualimin Pardi mengatakan pratek gratifikasi tentu sangat tidak dibenarkan dalam penganggaran keuangan negara. Sayangnya, anggaran yang seharusnya menjadi bentuk partisipasi dan aspirasi publik yang disampaikan melalui wakil rakyat malah seolah jeruk makan jeruk dengan fungsinya sebagai pengawasan anggaran daerah.
“Ini yang banyak salah kaprah memahami dana aspirasi ini. Sebagai wakil rakyat, seharusnya menghargai atas penghormatan partisipasi publik dalam anggaran daerah melalui dana aspirasi, tapi kok malah kejadiannya seperti di kabupaten Muara Enim (dikorupsi),” ujarnya dihubungi Gatra.com.
Mualimin menjelaskan, makna dana aspirasi harusnya dibenarkan. Aspirasi dimaknai sebagai tugas kalangan dewan (legislatif) dalam menyerap aspirasi masyarakatnya sebagai penghormatan partispasi publik atas kebijakan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
“Tapi prakteknya, banyak wakil rakyat yang salah kaprah, dan rawan salah kaprah pelaksanaanya,” sambung ia.
baca juga : https://www.gatra.com/detail/news/457827/hukum/kasus-gratifikasi-bupati-ahmad-yani-ialah-dana-aspirasi-dprd
Prakteknya dana aspirasi seharusnya down up (pendekatan kebutuhan masyarakat), namun selama ini ditemukan top down, yakni hanya sesuai dengan keinginan sang wakil rakyat, yang malah tidak sesuai dengan dibutuhkan masyarakat.
Praktek ini, sambung Mualimin, akhirnya mengarah kepada keinginan memperkaya diri sendiri (korupsi) dan akhirnya tidak bermanfaat banyak (mubazir) dari aspek kepentingan masyarakat. Belum lagi, berbicara kepentingan elit politik sebagai bagian bagian organisasi yang juga membutuhkan modal politik.
“Rawan diartikan seolah dana tersebut hanya untuk kepentingan pribadi, partai, dan praktek ini harus berani dievaluasi dengan mengubah pendekatan menjadi down up. Jika memang tidak lebih baik, maka lebih baik dihapuskan saja dana aspirasi. Naif juga sebagai pengurus rakyat malah memperkaya diri dan gerombolan sendiri dari uang rakyat juga,” tegas ia.
Jika perlu, Mualimin mengusulkan adanya mekanisme pengawasan yang lebih transparan atas dana aspirasi wakil rakyat tersebut. “Dana aspirasi ini perlu juga mekanisme dan pengawasan khusus,” pungkasnya.