Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Soekamdani mengusulkan kepada pemerintah untuk menghapus upah minimum sektoral. Menurutnya, biaya tenaga kerja yang tinggi menjadi salah satu penghambat masifnya investasi ke Indonesia. Selain itu, regulasi ketenagakerjaan Indonesia relatif kaku dibandingkan negara lain.
"Hanya dua kategori, padat modal dan padat karya. Untuk UMKM [Usaha Mikro Kecil dan Menengah], enggak ada regulasi untuk sektor itu," ujarnya dalam "US-Indonesia Investment Summit di Hotel Mandarin", Jakarta, Kamis (21/10).
Menurut UU No.13 tahun 2003 Pasal 89 tentang Ketenagakerjaan mengatur upah minimum, terdiri dari upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Sedangkan upah minimum berdasarkan sektor provinsi atau kabupaten/kota. Adapun formula perhitungan upah mengikuti formula berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Sebetulnya secara keseluruhan bukan hanya masalah sektoral saja, tetapi juga dari segi formula dan sebagainya," ucapnya.
Hariyadi mengusulkan pesangon maksimal 17 kali lipat dari gaji terkini. Hal ini karena saat ini besaran pesangon di Indonesia cukup tinggi.Sebelumnya besaran pesangon diatur dalam UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 156 ayat 2 yang tergantung dari lama waktu bekerja.
"Persoalan lainnya, fleksibiltas jam kerja. kami usulkan nggak ada lagi peatruan 40 jam per minggu. Kami usul lebih fleksibel," tuturnya.
Oleh karena itu, pihaknya telah berbicara dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto terkait hal tersebut. "Dalam diskusi kami dengan pemerintah, ada beberapa poin di mana kita setuju utnuk revisi," katanya.