El Lato, Gatra.com - Setidaknya lima orang tewas dalam bentrokan di luar gudang bahan bakar utama di Bolivia yang telah diblokir selama berhari-hari oleh para pendukung presiden terguling, Evo Morales. Kekerasan politik telah mengguncang negara itu selama berminggu-minggu.
Dilansir dari New York Times, reporter media itu melihat mayat lima pemuda dengan luka tembak di sebuah gereja di El Alto, sebuah kota di luar La Paz, ibu kota negara. Para saksi mata mengatakan orang-orang itu tewas ketika satu unit militer yang menjaga pabrik bensin Senkata melepaskan tembakan ke pengunjuk rasa yang mengepungnya selama lebih dari seminggu.
Pabrik Senkata telah menjadi medan pertempuran dalam pertarungan antara pemerintah sementara Bolivia dengan para pendukung Morales, yang digulingkan pada 10 November 2019 lalu. Dengan memblokir tanker selepas meninggalkan pabrik, pendukung Morales mampu memotong sumber utama stok bensin dan makanan La Paz, menyebabkan kekurangan akut di Ibu Kota.
Angkatan bersenjata Bolivia dalam pernyataannya pada Selasa (19/11) menyebutkan bahwa kekerasan telah meletus di luar Senkata setelah militer menghancurkan pengepungan pengunjuk rasa dalam upaya untuk memimpin konvoi truk bensin dari pabrik ke La Paz. Para pengunjuk rasa merespons dengan menyerbu pabrik dan menembus temboknya dengan dinamit, sebelum ditolak oleh tentara.
Menteri pertahanan baru Bolivia, Fernando López, mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa tidak ada satu peluru telah ditembakkan oleh militer di Senkata. Pernyataan tersebut disebut bertentangan dengan selusin saksi yang berkumpul di gereja malam itu. Anggota keluarga dari dua korban tewas mengatakan bahwa mereka hanya berjalan menuju tempat kerja ketika mereka ditembak oleh tentara.
Ratusan warga berkumpul untuk memberikan penghormatan kepada para korban, yang mayatnya ditemukan tergeletak di gereja San Francisco de Asis. Mayat itu ditutupi dengan bendera Bolivia dan peluru kaliber besar yang membunuh mereka.
Warga mengarahkan kemarahan mereka pada presiden sementara, Jeanine Añez, yang pekan lalu menandatangani sebuah dekrit yang melindungi pasukan keamanan dari tuntutan pidana ketika mempertahankan ketertiban umum. "Ini keputusan mereka, di sini," kata seorang warga, Jessica Quispe di antara isak tangis sambil menyentuh tubuh saudaranya yang tewas, Ronald. "Dia cuma mau bekerja."
Kematian itu memicu kerusuhan di sebagian besar El Alto, markas tradisional Morales di dataran tinggi yang dingin di atas La Paz. Para pemrotes pada Selasa (19/11) lalu menutup jalan-jalan dengan kawat berduri dan membakar puing-puing. Mereka juga menarik jembatan penyeberangan pejalan kaki ke jalan raya untuk menghalangi truk-truk tangki mencapai pabrik.
Kekurangan bahan bakar telah melumpuhkan Ibu Kota di lembah itu. Ratusan pengemudi minibus umum La Paz memblokir jalur akses utama ke kota untuk meminta bensin. Ketika krisis semakin dalam, perwakilan Morales dan pemerintah sementara bertemu pada Selasa (19/11) untuk membahas pemilihan presiden baru.
Di El Alto, penduduk mengatakan pecahnya kekerasan baru hanya memperkuat tekad mereka untuk menentang pemerintah Anez. Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh The Wall Street Journal pada Selasa (19/11), Morales mengatakan dia siap kembali ke Bolivia untuk menyelesaikan masa jabatannya dan membantu mengatur pemilihan presiden baru dengan kandidat baru.
Proposal itu kemungkinan akan ditolak oleh pemerintah baru dan lawan-lawannya, tetapi bisa menyerang banyak orang Bolivia moderat yang semakin lelah dengan kelumpuhan ekonomi dan kerusuhan seiring kejatuhannya.