Padang, Gatra.com - Dunia pendidikan di Tanah Air sering tercoreng dengan kasus kekerasan dan penganiayaan. Bukan hanya adanya tawuran antar siswa, perundungan (bullying), tapi juga kerap terjadi kasus pemukulan siswa terhadap guru, hingga berujung pidana.
Terlepas dari itu semua, harus ada tindakan yang bisa kembali menumbuhkan karakter siswa di sekolah. Upaya itu melalui Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK), seperti yang dilakukan Tim Pengabdian Kepada Masyarakat dari Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK), Universitas Negeri Padang (UNP) di SMK se-Pesisir Selatan, Sumatra Barat (Sumbar).
Dalam konsep keolahragaan pendidikan karakter harus dijalankan, seperti rasa tolong-menolong, menghargai, disiplin sampai dengan fair play. Makanya, sasarannya pelajaran PJOK menjadi alternatif dalam penumbuhan dan peningkatan karakter siswa di sekolah, kata Ketua Tim Pengabdian, Eddy Marheni, Rabu (20/11) di Padang.
Dari keterangannya yang diterima Gatra.com, kegiatan pelatihan bagi guru PJOK di SMK se-Pesisir Selatan dilakukan Juli 2019 lalu itu disambut antusias. Tujuannya untuk mengingatkan kembali kepada guru makna pendidikan sesuangguhnya, dan bahwa PJOK memiliki peranan penting dalam pendidikan karakter siswa, khususnya di lingkungan sekolah.
Eddy menuturkan, banyak kasus itu sebagai bentuk dari menurunnya karakter khususnya siswa di sekolah. Terutama sejak dihilangkannya pelajaran budi pekerti di sekolah. Akibatnya, krisis karakter khususnya di sekolah makin marak terjadi, hilangnya rasa malu, dan sopan santun siswa terhadap guru.
Menurutnya, sebelum pelajaran budi pekerti di sekolah dihilangkan, masyarakat tidak pernah mendengar adanya siswa yang berani melawan kepada guru. Kemudian, rasa sopan santun dan patuh terhadap guru sangatlah dijunjung tinggi siswa saat itu. Kini, karakter itu kian menipis pada perilaku siswa.
Dengan pelajaran PJOK, dapat membangun kerjasama, meningkatkan rasa saling menghargai, disiplin, fair play, dan masih banyak lagi lainnya yang mampu menumbuhkan sikap siswa. Semua tersebut merupakan ilmu yang dipelajari untuk meningkatkan karakter siswa, terangnya.
Eddy saat ini siswa lebih berani kepada guru dan bahkan melawan guru sendiri. Namun di sisi lain, guru tidak berani memberikan punishment kepada siswa. Apalagi Undang-undang Perlindungan Guru tidak diterapkan dengan sebenar-benarnya. Padahal, perlindungan terhadap profesi guru sendiri sudah diakui dalam PP Nomor 74 Tahun 2008.
Lebih lanjut Eddy menjelaskan, dalam PP tersebut guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Sayangnya, tidak sedikit kita lihat di TV atau berita-berita di media yang menunjukkan siswa yang berani melawan terhadap guru. Sebaliknya, bila guru memberikan ketegasan dengan mencubit siswa, bahkan ada yang dipenjara, pungkasnya.